Bab 39

3.1K 227 12
                                    

Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

JANGAN LUPA NYALAIN DATANYA YA SEBELUM TEKAN BINTANG!

HAPPY READING!
-----

"Terkadang kita harus merasakan dulu apa yang orang lain rasakan. Agar kita tahu bagaimana pentingnya menghargai."

Usai membuka pintu taksi Gista keluar dan membantu adik kelasnya itu turun karena dilihatnya gadis itu kesusahan untuk turun dengan kondisi kakinya yang memar akibat ditendang oleh salah satu di antara mereka tadi.

Setelah berdebat cukup lama dengan Manggala perihal bagaimana cara mereka mengantar pulang Anika. Akhirnya, Gista memutuskan untuk pesan taksi online saja. Dia dan Anika yang naik taksi, sementara Manggala mengikutinya dari belakang menggunakan motor.

Gista sempat heran pada dirinya sendiri yang mendadak menjadi blo'on ketika berhadapan dengan Manggala. Bisa-bisanya dia tidak kepikiran untuk memesan ojek online atau taksi online untuk pulang, malah  memilih diantarkan oleh cowok yang menurutnya mempunyai potensi untuk membahayakan dirinya itu.

"Pelan-pelan," titah Gista mendengar ringisan pelan yang keluar dari mulut gadis cantik itu.

Usai membayar taksi. Gista membantu memapah Anika untuk membawanya masuk ke rumah. Manggala hendak ikut membantu, namun langsung diberi delikan tajam oleh Gista. "Mau ngapain lo?!"

"Mau bantu? Nggak usah! Biar gue aja," ketusnya sebelum pertanyaannya barusan sempat dijawab oleh Manggala.

Kini mereka bertiga sampai di depan sebuah rumah dengan desain minimalis yang tampak sepi dari luar. Sebuah motor ninja hitam dan NMAX hitam nampak terparkir di halaman depan.

Membuka pintu, gadis bersurai panjang itu mempersilakan Gista dan Manggala masuk dan duduk di sofa.

"Kak Gista sama Kak Manggala mau minum apa?" tanyanya sambil berjalan tertatih hendak membuatkan minum untuk mereka.

"Enggak usah repot-repot. Mending lo duduk aja obatin luka lo dulu nanti infeksi," ujar Manggala yang lebih dulu duduk di kursi dan membuka ranselnya untuk mengeluarkan kotak P3K.

Karena telalu sibuk berdebat dengan Gista, Manggala sampai melupakan luka di lutut dan pelipis cewek itu yang berdarah. Padahal, sebagai PMR apalagi ia menjabat sebagai ketua seharusnya ia cepat tanggap terhadap hal semacam itu. Tapi, karena cewek batu itu ia jadi melupakannya.

"Iya, mending lo duduk aja. Biar gue obatin luka lo," timpal Gista membawa Anika duduk di sebelahnya, lalu gadis itu merampas kotak P3K dari tangan Manggala.

Gista melempar tatapan sinis ke arah Manggala yang hendak melayangkan protes. "Biar gue aja!" sewotnya.

"Karena gue tau isi otak dan pikiran cowok kayak lo itu apa. Pasti lo mau cari kesempatan buat megang-megang cewek dengan dalih mau ngobatin," tuduh Gista frontal tanpa memedulikan ada Anika di sebelahnya dan Manggala yang nampak tersinggung.

"Padahal aslinya mau modus. Dasar mesum! Buaya!"

Manggala menghela napasnya lelah. Cewek berkuncir kuda itu selalu saja negatif thinking terhadap dirinya.

"Gue nggak kayak gitu."

"Terus kayak apa?"

Anika yang berada di antara keduanya meringis mendengar perkataan Gista. Dia mendadak merasa canggung, seolah ia berada di antara dua pasang kekasih yang tengah berseteru karena perbedaan pendapat.

"Udah buruan obatin. Nggak malu apa debat di rumah orang," pungkas Manggala merasa tak enak dengan Anika.

Dengan telaten Gista membersihkan luka di lutut Anika menggunakan alkohol. Gadis itu mengenakan rok dengan panjang beberapa centi di bawah lutut, sehingga ketika jatuh tersungkur tadi lututnya tergores aspal dan berdarah.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang