Bab 58

3.3K 248 41
                                    

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha

-----

"Cinta itu bukan datang dari mata. Tapi, dari terbiasa bersama yang menjelma kenyamanan yang menghangatkan jiwa."

Gara-gara buku paket bahasa Indonesianya yang ketinggalan. Gista harus mampir dulu ke rumah Revan yang memang searah menuju sekolahnya.

"Tungguin di sini aja. Nggak usah ikut masuk gue cuman sebentar," ujar Gista melepas helm-nya dan meninggalkan Manggala sendirian di halaman rumah.

Gadis itu menaiki tangga dengan terburu-buru. Keadaan rumah tampak sepi karena Revan dan Wina sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Gista melirik kamar Ganes yang tertutup, menurut pembantunya yang   satu lagi cowok itu juga ikut Revan dan Wina yang pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya yang babak belur.

Usai mengambil buku paketnya yang ternyata tertinggal di atas kasur. Gista langsung keluar kamar dan menguncinya. Ketika melewati kamar Wira yang berada paling ujung dekat tangga. Gista menautkan kedua alisnya melihat pintu berwarna cokelat itu yang nampak terbuka. Seingatnya saat ia masuk tadi pintunya masih tertutup.

Membuka pintu itu lebar-lebar, Gista melihat Wira yang tengah membersihkan kamarnya. Laki-laki jakung yang kini hanya mengenakan kaus polos berwarna hitam dan celana pendek itu tengah menyapu kamarnya.

Sudah dua hari Wira tidak pulang. Kamarnya yang biasanya setiap pagi rutin ia bersihkan kini berdebu, maka dari itu laki-laki itu memebersihkannya.

"Bang Wira udah pulang?" tanya gadis itu basa-basi sambil melangkah memasuki kamar yang dipenuhi barang-barang yang berserakan itu.

Ini Wira sebenernya mau bersih-bersih apa mau pindah rumah sih?

Laki-laki itu hanya mengangguk sambil menyusun sepatunya yang tadi berserakan ke rak yang sudah dibersihkan.

"Kapan?" Gista melirik jam di atas dinding kamar cowok itu yang masih menunjukkan pukul tujuh kurang seperempat. Masih ada waktu untuk berbicara dengan Wira sebentar.

"Semalem."

Kening Gista berkerut. Perasaan semalam Wina masih mengomel karena Wira yang tidak kunjung pulang setelah dua hari menghilang.

Oh iya Gista hampir saja lupa laki-laki itu, kan, kalau keluar malam dan tidak mau kena omel Wina, pulangnya dia selalu masuk melalui jendela kamarnya. Mungkin semalam Wira masuk lewat jendela untuk menghindari omelan tante Wina yang  kalau mengomel mengalahkan ceramahnya mamah Dedeh.

"Jadi, lo belum sarapan, Bang?"

Laki-laki itu menggeleng sambil terus menyusun sepatunya.

Gista membuka resleting tasnya. Mengeluarkan dua buah roti pemberian Mbak Santi tadi. "Ini gue punya roti lo makan aja buat sar—"

Ucapan Gista langsung dipotong oleh Wira. "Enggak usah, Gista. Lo bawa aja ke sekolah. Gue bisa masak bubur instan atau kalo nggak suruh Bibi buatin sarapan," tolak cowok itu sambil berdiri dan berjalan menuju Gista.

"Nanti lo bisa pingsan kalo nggak sarapan."

Gista mengulas senyum karena Wira tampak perhatian padanya.

Memasukkan lagi rotinya ke dalam tas. Gista menatap sepupunya itu yang kini mengambil sebuah kotak berukuran sedang seperti tempat sepatu yang berada di sebelahnya.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang