Bab 87

3.3K 211 6
                                    

HAPPY READING
-----

"Kalah dan menang adalah hal yang biasa dalam sebuah kompetisi."

Brak brak brak

"WOY! SIAPAPUN YANG DI LUAR! TOLONGIN GUE!"

Anara terus menggedor pintu kelas sepuluh IPA 1 yang berada di ujung lorong berharap ada yang membukanya. Cewek itu sangat khawatir pada sahabatnya, Gista. Anara takut terjadi sesuatu pada gadis  itu di toilet sampai-sampai membuat namanya dipanggil berkali-kali oleh MC dan berakhir didiskualifikasi sebagai finalis.

Tuduhan Anara mengenai biang keladi semua ini tertuju pada Bianca. Pasti gadis yang sangat terobsesi pada sang panglima tempur Balapati itu yang menyuruh orang untuk membuat Gista tidak kunjung kembali dari toilet dan juga membuatnya terkurung di sini.

"Masa nggak ada satu orang pun yang lewat sini sih," gerutu Anara mulain ketakutan.

Gadis bersurai panjang itu kembali menggulir layar ponselnya. Sudah berkali-kali ia berusaha menelepon Janu, Magenta, Kaivan, dan Ganes. Namun, tidak ada yang menjawab panggilannya.

"Ck! Ni cowok-cowok pada kemana sih? Ditelepon susah banget." Anara berdecak dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Di sisi lain Janu, Kaivan, dan Ganes tengah berkeliling sekolah untuk mencari keberadaan Gista. Mereka kaget saat MC memanggil nama gadis itu berkali-kali, tapi Gista tak kunjung muncul. Mereka makin heran karena tak menemukan Anara dan Anika juga di tempat duduknya tadi.

Ganes meletakkan tangannya di pinggang sambil mengamati sekitar. Sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka bertiga.

"Eh." Ganes menatap Janu dan Kaivan. "Kenapa kita nggak telepon mereka aja ya?"

Laki-laki itu merogoh ponselnya, baru ingat akan manfaat benda pipih di saku celananya itu.

Beberapa panggilan masuk dari Anara membuat Ganes cemas. Dia tadi memang menyalakan mode silent sehingga tak mengetahui kalau ada telepon masuk.

"Ternyata dari tadi Anara nelepon gue." Ganes menunjukkan ponselnya pada kedua temannya.

Baik Janu dan Kaivan spontan mengambil ponsel mereka untuk mengeceknya. Benar saja Anara juga menelepon mereka berkali-kali. Namun, mereka juga sama-sama menyalakan mode silent.

"Jangan-jangan ada apa-apa lagi sama mereka," simpul Kaivan.

Janu menajamkan telinganya saat mendengar suara minta tolong dari ujung lorong. Dia terdiam merasa familiar dengan suara itu.

Mengetahui siapa pemilik suara itu Janu langsung bergegegas menuju ujung lorong. "Itu kayaknya suara Anara!"

Ganes dan Kaivan menyusul langkah Janu menuju ujung lorong kelas sepuluh. Suara teriakan minta tolong itu makin terdengar jelas.

"AAAA! TIKUSSS!" jerit Anara di dalam sana karena ada tikus yang berjalan menuju ke arahnya.

"TOLOOONG! ADA TIKUS!"

"IHHH! TIKUS JANGAN KE SINII! HUSSS! HUSSS!" Gadis itu menghimpitkan tubuhnya pada pintu. Kakinya bergerak menendang udara bermaksud mengusir tikus yang kini malah mendekat ke arahnya.

"RA ADA LO DI DALEM?" teriak Janu.

Mendengar suara laki-laki yang selalu mengusiknya selama ini, Anara langsung menyahut.

"JAMEETT! TOLONGIN GUEEE! GUE TAKUT ADA TIKUS... HIKS," rengek Anara dengan tangisnya yang pecah.

Selain takut akan ketinggian dan tikus, Anara juga takut sendirian berada di dalam sebuah ruangan tertutup seperti ini. Hawanya mencekam.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang