Bab 5

7.3K 391 8
                                    


HAPPY READING!
JANGAN LUPA VOTE AND COMENT!

-----
"Seorang sahabat yang pengertian tidak akan bertanya tentang apa yang telah terjadi padamu. Tapi, ia akan mengatakan bahwa apapun yang telah terjadi dia bakalan ada di sampingmu."

Mata belok Anara melebar sempurna. Mulutnya sampai terbuka lebar melihat kondisi Gista yang baru saja memasuki kelas.

"Ya ampun, Gista! Lo dari mana aja?!" tanya Anara memekik kaget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya ampun, Gista! Lo dari mana aja?!" tanya Anara memekik kaget.

Beberapa pasang mata langsung mengarah pada si empu suara yang lantas menyengir tanpa dosa.

Gista melanjutkan langkahnya dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasa ia ikat kini tampak berantakan. Sudah seperti orang habis dianiaya. Tatapan mata cewek itu sepertinya menyimpan amarah. Anara sampai bergidik saat bersitatap sebentar dengannya.

"Bel udah bunyi setengah jam yang lalu lo, Gis. Untung aja Bu Dinar lagi rapat jadinya kelas kita kosong," lanjutnya membawa Gista duduk di kursinya. Lalu, menyodorkan minumannya. Ia rasa Gista sedang tidak baik-baik saja.

"Gis," panggil Anara.

Gista tidak menyahut. Dia mengepalkan tangannya di atas meja. Sampai buku-bukunya memutih.

"Gue benci sama cowok. Mereka itu sama aja. Berengsek," ucapnya penuh penakanan.

Anara sekarang tahu. Gista pasti baru saja mendapat masalah dengan cowok. Tapi, siapa cowok yang berani melawan Gista. Gista ini selain galak dan judes juga jago bela diri. Dia di kenal sebagai singa betina di SMA CANTAKA. Lalu, siapa yang bernai melawanya. Apa cowok itu main keroyokan?

Anara terus menebak-nebak. Dia tidak tahu jika sahabatnya itu nyaris saja dilecehkan oleh Danar.

"Gue-benci-sama-cowok," ucap Gista menekankan setiap katanya.

Gista juga makin mengetatkan rahangnya. Matanya memerah karena mati-matian ia menahan tangisnya agar tidak kembali pecah. Sampai kening dan bagian belakang kepalanya terasa sakit.

Gista benci menjadi lemah di depan orang lain. Gista tidak suka menarik simpati orang-orang.

Anara menyentuh pundak Gista pelan. Menatapnya dalam-dalam. "Gis. Gue nggak bakalan tanya lo kenapa. Tapi, kalau lo butuh gue. Gue bakalan selalu ada buat lo."

Gista tidak menjawab. Dia melipat tangannya di atas meja. Menyembunyikan wajahnya di sana.

"Gue kangen sama Papa dan Kak Naya," lirih Gista yang masih mampu didengar oleh Anara.

Beberapa detik Anara bergeming. Tangannya masih setia berada di pundak Gista. Ditatapnya punggung yang tampak kukuh jika dilihat oleh mata. Namun, sebenarnya rapuh ketika ditelisik lebih jauh lagi.

Punggung itu bergetar. Perlahan, tapi pasti. Gista menangis.

"Mereka nggak akan tenang di sana kalau lo terus kayak gini, Gis. Gue nggak minta lo berdamai sama masa lalu lo. Gue cuman mau lo bahagia. Lo berhak bahagia, Gis. Sudah cukup lo tersiksa sama rasa trauma lo selama satu tahun ini."

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang