Bab 42

3K 239 48
                                    

Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : @wattpadnisliha

HAPPY READING!

-----
"

Sakit ikut ketika kita berekspektasi tinggi lalu disadarkan oleh kenyataan."

"Udah siap?" tanya Harsa pada kedua modelnya.

Gista yang sudah mengenakan dress berwarna hitam yang panjangnya selutut juga dengan rambut sebahunya yang sudah diikat satu berjalan menuju backdrop foto sesuai dengan perintah Harsa. Diikuti oleh Manggala yang berjalan di belakang cewek itu dengan setelan celana dan kemeja hitam yang digulung setengah dan dua kancing teratasnya yang dibiarkan terbuka.

Kali ini konsep foto mereka berdua adalah mafia.

Cowok beralis tebal itu kemudian duduk di sofa merah darah sambil melipat sebelah kakinya sesuai arahan Harsa. Tangan kiri cowok itu memegang gelas kaca yang berisi cairan bening yang sesungguhnya adalah sprite.

"Gis, kamu duduk di lengan sofa!" titah Harsa pada Gista.

Cewek berkuncir kuda dengan lisptik merah menyala yang sejujurnya membuatnya risih itu duduk menyamping di lengan sofa tunggal yang Manggala duduki. Ia mengumpat dalam hati ketika Harsa menyuruhnya untuk lebih mendekat ke arah Manggala dengan sebelah tangan yang menyentuh pundak cowok itu.

Lalu, Harsa kembali mengisisyaratkan pada Manggala agar merengkuh pinggang Gista dengen tangan kanannya. Hal itu sontak membuat Gista mengeram marah. Namun, ia memilih diam menahan amarahnya. Dia harus professional.

"Sekarang kalian saling tatap dengan posisi yang masih sama." Harsa memberi arahan yang langsung dilaksanakan oleh keduanya, meski Gista melakukannya dengan terpaksa.

Ketika bola mata hitam legam itu bertemu dengan mata elang milik Gista. Keduanya sama-sama diam tak berkedip. Entah, apa yang sedang ada di dalam pikiran mereka masing-masing. Mereka masih saling mengunci tatapan itu meski tidak ada lagi kilatan blitz dari kamera yang menyala.

"Ehem." Suara deheman Harsa menyentak keduanya.

Gista segera memalingkan wajahnya pada Harsa. Begitu juga Manggala.

"Pemotretannya sudah selesai. Kalian bisa langsung ganti baju dan pulang," ujar cowok itu sembari menahan senyumnya.

Hendak berdiri, Gista menyingkirkan tangan Manggala yang masih setia bertengger di pingganya. Dia mengernyit ketika menyentuh tangan kekar cowok itu yang terasa dingin.

Dia menatap Manggala yang tampak salting. Nih anak kenapa tangannya dingin banget kayak mayat? batinnya heran.

Cowok itu berlalu dari hadapan Gista tanpa mengatakan sepatah kata pun. Manggala gugup.

***

Suara azan magrib dari masjid yang terdengar membuat Manggala urung menyalakan motor vespa-nya. Iya, sebelum ke studio milik Harsa tadi usai dari rumah lama Gista. Ia kembali ke warung Mbah Jenderal untuk mengambil motor dan mengantarkan Janu dan Magenta yang juga mengambil motor mereka. Sementara, Anara, gadis itu pulanh dengan diantar oleh suhunya perbuayaan wanita di Cantaka a.k.a Janu.

Cowok itu memilih duduk diam di atas motornya, mendengarkan azan. Gista yang sudah berada di dalam mobil dan hendak menyalakan mobilnya dibuat tertegun oleh cowok itu. Dia ikut mematikan mobil dan mendengarkan azan yang masih berkumandang.

Netranya sama sekali tidak berkedip menatap cowok dengan pakaian lengkap seragam sekolah Cantaka yang tampak khidmat mendengarkan suara azan itu.

Azan telah selesai. Warna jingga di atas sana perlahan menggelap. Namun, Gista masih bergeming di balik kemudi. Dia terus-terusan menatap Manggala yang mengangkat kedua tangannya untuk membaca doa setelah azan lalu mengusapkan telapak tangannya ke wajah.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang