Bab 8

5.9K 381 17
                                    

IG : @nis_liha

Nggak papa lupain dia
Tapi, jangan sampai lupa buat vote dan coment!

HAPPY READING!

-----
"Tentang kepergian dan kehilangan. Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang mau dan siap dengan dua hal itu."

Menatap kerlip bintang di atas sana. Seorang perempuan berambut sebahu berdiri menumpukan kedua tangannya yang saling bertaut di atas pembatas balkon kamar. Semilir anin menerangkan rambutnya yang tak terikat. Matanya mengerjap beberapa kali ketika bulir-bulir air menitik di pipinya.

"Tuhan sayang banget ya sama Papa sama Kak Naya. Sampe-sampe kalian dibawa pergi secepat ini."

Kepalanya mendongak. Menerawang jauh kenangan terakhirnya bersama papanya dan juga kakaknya sebelum malapetaka datang menghancurkan seuanya.

Gista mencengkeram kuat pembatas balkon. Dadanya penuh dan sesak setiap mengingat kepergian papanya dan juga Kanaya.

Gista sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara dengan mereka di saat-saat terakhir itu. Dan itu adalah kesakitan paling sakit yang pernah ia rasakan di dalam hidupnya. Ditinggalkan dua orang di hari yang sama hanya berselang lima menit saja.

Kanaya Nirbitala. Kakak satu-satunya pergi karena tidak kuat dengan beban hidupnya. Kanaya nekat menggugurkan kandungannya dengan menelan banyak obat dengan dosis tinggi sampai janin yang berada di dalam kandungannya tak bisa diselamatkan. Bukan hanya janin itu yang tak bisa diselamatkan. Tapi, juga nyawa Kanaya sendiri.

Tubuh Gista meluruh ke lantai balkon. Beberapa kali ia meninju dinding pembatas balkon dengan kuat. Membuat lebam berwarna biru keunguan di sana. Menambah beberapa memar yang sudah ada di tangannya.

Gista ingat satu tahun silam ketika ia dan Ganes mendobrak paksa kamar Kanaya yang terkunci. Lalu, mendapati tubuh kakaknya tergeletak tak berdaya di lantai dengan beberapa obat yang berceceran.

"Kak! Kak Naya buka pintunya!" teriak Gista menggedor-gedor pintu kamar Kanaya yang terkunci kala itu.

Ganes mengambil ancang-ancang mendobrak pintu."Nay! Kalo lo nggak buka pintunya gue dobrak!"

Namun, tetap tidak ada sahutan dari dalam sana. Ganes semakin khawatir akan kondisi Kanaya, adik sepupunya sekaligus teman seangkatannya.

"Nes. Dobrak aja pintunya! Gue takut Kak Naya berbuat nekat yang bakal bahayain janin yang ada di dalam kandungannya," saran Gista dengan kecemasan yang sudah di atas rata-rata.

Sudah tiga hari semenjak terungkapnya kehamilan Kanaya dan Erlan yang masuk rumah sakit. Kanaya hanya mengurung diri di kamar. Untuk makan saja harus dipaksa oleh Ganes dan Gista. Akan tetapi, tadi malam Kanaya sempat keluar lewar jendela. Tanpa sepengetahuan siapapun. Pagi tadi Kanaya baru pulang dengan kondisi mata bengkak dan bibir pucat.

Ganes dan Gista yang sebelumnya tidak mengetahui kepergian Kanaya tidak berani menanyakan dari mana saja gadis itu pergi. Melihat kondisi Kanaya yang sudah seperti orang yang tidak memiliki harapan hidup. Berjalan gontai dengan tatapan kosong dan penampilannya yang sudah kacau. Membuat mereka hanya bisa menatap iba pada Kanaya.

Di hari sebelumnya, Gista sudah mendesak agar Kanaya menjawab dengan jujur siapa ayah dari janin yang di kandungnya. Tetapi, Kanaya tetap bungkam. Dia hanya menggeleng sebagai jawaban tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Gista.

Dan dari pagi sampai siang ini Kanaya belum keluar sama sekali. Membuat Gista dan Ganes curiga karena kemarin Kanaya pernah mengatakan ingin menggugurkan kandungannya.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang