Bab 77

3.1K 222 21
                                    

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha

-----
"Karena setiap yang terjadi di dunia ini pasti sudah diatur sebaik-baiknya oleh Dia."

Aroma bunga makam yang ditabur di atas gundukan tanah yang masih basah menyeruak. Usai mendoakan jenazah satu per satu pelayat mulai meninggalkan makam. Tersisa Gista, teman-temannya, keluarga Revan, dan Balapati.

Cewek dengan rambut sebahu yang digerai dan ia biarkan berantakan tersapu angin itu berjalan pelan menuju tanah yang telah menjadi rumah terakhir untuk sang mama. Pandangan gadis itu sayu, matanya sembab karena setelah sadar dari pingsannya tadi ia kembali histeris bahkan sampai diikat oleh Ganes dan Devan karena berniat meremas pecahan kaca dengan tangan kosong.

Selama proses pemakaman Gista juga terpaksa dijauhkan dari liang lahat. Ia ditahan oleh Devan dan Ganes karena  gadis itu juga mau nekat ikut masuk ke liang sehingga membuatnya dibawa menjauh. Gista yang lelah tidak bisa memberontak. Hanya bisa menangis dengan suaranya yang serak.

"Ma ... Mama beneran tega ninggalin aku," lirih gadis itu menjatuhkan dirinya di dekat gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Wening Sasmita bin Suryana.

Gista mengecup nisan makam itu lama sambil memejamkan mata. Rongga dadanya terasa begitu sesak mengingat momen-momen indah bersama keluarganya dulu, sampai ia kesulitan untuk bernapas. Napasnya juga terputus-putus dengan isak dari suara seraknya yang tertahan.

"M-ma... G-g-is... Gista... ng-gak... bis... a... tanpa... Mama," ucapnya terbata-bata. Kini bukan hanya sesak yang ia rasakan. Tapi, juga nyeri di dadanya.

Gadis itu memegang dadanya dengan posisi masih memeluk nisan Wening. "Ma, Gista... pengin... ikut Mama."

Revan yang menyadari Gista tidak baik-baik saja merangkul bahu keponakannya sambil menahan tangis. Dia tidak boleh menangis di depan Gista. Gadis itu pasti akan semakin merasa nelangsa dan terpuruk.

"Sayang... ikhlasin Mama biar dia tenang di alam sana. Ini semua udah takdirnya Mama kamu, Nak. Kita sekarang pulang ya!" ajak Revan yang dihiraukan Gista.

Manggala yang berdiri tak jauh dari gadis itu ikut merasakan sesak di dadanya. Dia merasa bersalah juga merasa kasihan. Manggala tidak tahu harus dengan apa setelah ini ia menciptakan senyum di bibir gadis itu lagi. Yang ia tahu selama ini mamanya lah kekuatan yang membuat Gista bertahan.

Tuhan, kenapa gadis itu selalu merasakan kepedihan di hidupnya? Aku mohon... izinkan dia bahagia, Tuhan. Karena aku ikut sakit melihatnya seperti ini, batin Manggala mendoakan kebahagiaan Gista.

Revan mendongak ketika setitik air jatuh mengenai punggung tangannya. Di atas sana langit mendung. Semilir angin yang berembus terasa mulai dingin. Bunyi geluduk juga mulai bersahutan. Seolah semesta ikut merasakan bagaimana kepedihan yang Gista rasakan.

"Sentar lagi hujan. Kita pulang ya, Sayang. Kita doain Mama dari rumah," bujuk Wina yang masih dihiraukan Gista.

"Kalian pulang aja." Gista mengangkat kepalanya. Tampak bibirnya yang pucat dan matanya yang kian sayu dan kosong seakan tak ada gairah hidup.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang