Bab 2

13.2K 756 15
                                    

Tolong tinggalkan jejak indah berupa vote dan komentar.
Jangan seperti dia yang hanya bisa meninggalkan jejak luka yang menyesakkan dada.

HAPPY READING!
JANGAN LUPA VOTE AND COMENT!

-----

"Mimpi adalah dunia lain yang menyeretmu pada lautan imajinasi yang tak bertepi."

-Gistara Arabhita

Sial.

Gista mengumpat ketika ia berhasil membuka matanya. Napasnya tak beraturan. Dadanya bergerak naik turun. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya.

Ada dua hal yang paling Gista benci di dunia ini. Yang pertama adalah laki-laki. Dan yang kedua adalah ketika ia tahu jika ia bermimpi. Akan tetapi, ia tidak bisa bangun dari mimpi tersebut. Dan ini biasanya terjadi pada mimpi buruk. Ketika ia berhasil bangun. Ia pasti akan bangun dalam keadaan terengah-engah.

Jika kata orang mimpi itu adalah bunga tidur. Lain halnya bagi Gista. Baginya mimpi itu adalah dunia lain yang menyeretnya pada imajinasi tak bertepi yang terkadang membuatnya tak nyaman.

Meraih gelas yang berisi air putih di atas nakas. Gadis itu meneguknya kasar. Setelah cukup tenang dia menyenderkan punggungnya di kepala kasur. Mendongak. Menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang. Karena hanya ada cahaya dari lampu tidurnya yang menyinari kamarnya. Gadis itu tidak bisa tidur jika lampu utama menyala.

"Kenapa gue bisa mimpiin Kak Naya ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Kenangan memori satu tahu silam berputar bagai kaset rusak di kepalanya. Gista mengerang merasakan kepalanya yang sakit dan berat.

"Arghh... " Gadis berambut sebahu itu mencengkeram kuat rambutnya yang telah berantakan. Tidak peduli jika helaian rambutnya bisa tercabut dari kepalanya.

Gista benci mimpinya barusan. Mimpi yang mengingatkannya pada sebuah kenangan buruk. Kenangan yang menjadi sebuah awal atas kehancuran keluarganya.

***

Ini bukan jam istirahat. Akan tetapi, tribun di lapangan basket SMA CANTAKA sudah terisi penuh oleh sebagian siswa-siswi kelas sebelas dan dua belas. Sebagian dari mereka yang lain ada yang menjadi panitia MPLS untuk anak-anak calon kelas sepuluh.

Beruntung. Gista tidak menjadi salah satu di antara panitia itu. Cewek itu bukanlah pecinta organisasi atau pun ekstrakulikuler.

Sewaktu kelas sepuluh ekskul yang ia ikuti hanya ada dua. Yaitu pramuka yang merupakan ekskul wajib. Dan PMR yang ia ikuti karena Anara, sahabatnya sejak SD juga ikut ekskul tersebut.

Pada ekskul PMR pun Gista sering bolos. Dia sering lompat pagar belakang sekolah di hari ekskul-nya tersebut. Saat naik kelas sebelas Gista berharap dia tidak dijadikan senior PMR. Sebab, akan ada beberapa anak yang sewaktu kelas sepuluh mengikuti ekskul. Namun, saat kelas sebelas tidak dijadikan pengurus.

Akan tetapi, harapan Gista musnah ketika ia melihat namanya ada di deretan daftar anggota senior PMR angkatan 60 yang ditempel di mading.

Sungguh. Kesialan akan membersamai seniornya dulu yang telah merekomendasikan dirinya untuk menjadi pengurus pada pembina PMR.

"Gis! Sini, Gis! Lempar sini!" teriak teman sekelas Gista.

Cewek berkuncir kuda itu tengah mendrible bola basket. Keringat mengucur dari pelipisnya. Membuat beberapa anak rambut menempel di sana.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang