Bab 85

3.5K 205 14
                                    

HAPPPY READING!

------

"Cinta memang bukan tentang bagaimana bisa memiliki. Tapi, tentang bagaimana mengikhlaskan apa yang tidak bisa digenggam erat jemari. "

Suara tawa yang menggema di markas Balapati membuat malam ini terasa hangat. Canda dan tawa yang ada menerbitkan senyum di bibir seorang gadis berambut sebahu yang tengah duduk di karpet dengan diapit dua cowok tampan sekaligus, Ganes dan Devan.

Ketua Balapati itu tertawa merdu kala mendengar cerita Janu yang menggebu-gebu mengenai Devan yang dicium bencong di butik tadi. Gista memang tidak melihat semuanya karena ia tadi tengah berada di ruang ganti.

"Sumpah komuk lo bikin perut gue ketawa sampe keram," ungkap Janu masih dengan tawanya yang menggema. Bahu lebar cowok berambut klimis itu sampai berguncang seperti raksasa.

"Hahaha gue sampe mau ngompol anjir gegara ketawa mulu," imbuh si cowok bermata sipit itu mengapit kedua kakinya sambil memegangi perut.

Ganes yang berada di sebelahnya ikut menimpali. "Mana Bang Devan ngelag  lagi pas dicium, kayak di drakor-drakor gitu."

Devan yang tengah meratapi nasibnya yang pipinya merah terkena gincu semua karena diserbu bencong itu hanya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Harga diri cowok gondrong itu benar-benar turun karena bencong yang menggilainya itu.

Setelah kejadian tadi Sinta langsung memecat Mariana dengan memberinya uang pesangon meski baru bekerja selama tiga hari. Perempuan itu tidak mau kalau hal serupa terulang lagi pada pelangganya yang lain atau malah lebih gawatnya lagi pada putra mahkotanya ketika berkunjung. Bisa-bisa anjlok harga diri panglima tempur Balapati itu kalau sampai hal itu terjadi.

"Gimana Bang rasanya dicipok sama bencong? Enak gak?" tanya Janu terkikik.

"Enak dong pastinya." Kaivan menyahut sambil mencomot keripik kentang di toples.

Anak-anak Balapati yang mendengarnya ikut tertawa. Tidak menyangka mantan ketua mereka yang sempat dikira menyukai laki-laki karena saking cueknya dulu kini malah ia yang disukai laki-laki.

"Enak matamu!" umpat Devan murka.  Laki-laki itu melempar bantal di sofa mengenai Kaivan membuat toples di tangannya terlepas dan isinya berhamburan di karpet.

Bukannya mereda tawa di markas itu makin menggema melihat ekspresi marah Devan yang bercampur malu. Sangat-sangat menggemaskan.

"Eh, tapi kok kayaknya kalian cocok deh, Bang," celetuk salah seorang anggota Balapati yang ditanggapi oleh Manggala.

"Sayangnya tembok mereka terlalu tinggi dan tak terbatas, Bung," kata cowok itu serius.

"Mereka itu ibarat bulan dan bintang. Hanya untuk dipertemukan bukan untuk disatukan." Manggala mulai mengeluarkan kata-kata puitisnya. Membuat semua meresponnya dengan kata "eeeeeaaaa".

Anara tak mau kalah dalam menggoda Devan. Dia juga mah andil menggoda cowok gondrong itu. Hitung-hitung membalaskan dendamnya karena dulu pernah dibilang cebol.

"Udah dong, Gal. Merah tuh muka Bang Devan. Kasihan ntar malem nggak bisa tidur lagi mikirin si Neng Mariana."

Tawa mereka kembali pecah. Wajah Devan makin memerah menahan amarah. Awas saja kalau ia sampai bertemu dengan Mariana lagi akan ia lawan menggunakan katana miliknya. Biar om setengah tante itu ngompol-ngompol sekalian karena takut padanya.

Melihat Devan yang mengetatkan rahangnya dengan tangan yang terkepal makin kuat. Gista menyenggol lengannya pelan. "Udah nggak usah mau nangis gitu dong, Bang. Mereka, kan, cuman bercanda."

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang