Bab 20

4.3K 267 12
                                    

Ig : @nis_ liha
@wattpadnisliha

HAPPY READING!

-----

"Raga Mama emang sama gue. Tapi, dia enggak bisa ngerasain kehadiran gue."

~Gistara Arabhita

Semua yang ada di tempat itu sudah tak bernyawa. Tetapi, Gista tetap memelankan langkahnya. Ia tidak mau mengganggu ketenangan mereka  yang kini berada di dalam tanah tempatnya berpijak saat ini.

Berhenti di depan sebuah makam bertuliskan "Erlan Mahaprana bin Edgar Sucipto". Gista lantas berjongkok. Membersihkan dedaunan kering yang ada di atas gundukan itu dan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sana.

Sudah satu minggu lebih ia tidak berkunjunh ke makam sang papa dan kakaknya. Biasanya setiap minggu Gista selalu rutin mengunjungi makam mereka. Entah bersama Ganes atau seorang diri.

"Gista kangen sama Papa."

Untuk beberapa saat gadis itu hanya bergeming. Menatap dalam diam batu nisan di depannya tanpa berkedip.

Padahal langit mulai menjingga dan di sana ia hanya terlihat siluetnya saja. Namun, Gista sama sekali belum ada niatan untuk pergi dari sana. Ia ingin berlama-lama di sana. Menangkan dirinya yang mulai banyak pikiran dan juga dugaan.

Melirik makam yang berada di belakangnya. Gista lantas membalikkan badan. Melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan di makam papanya.

"Gue juga kangen sama lo, Kak," ungkapnya.

Selesai mencabuti rumput. Gista mengelus nisan bertuliskan "Kanaya Nirbitala bin Erlan Mahaprana" di depannya dengan pelan. Jemarinya bergerak membersihkan tanah kering yang menempel di batu nisan bercat putih itu.

"Kenapa lo bodoh banget sih, Kak? Kenapa lo harus bunuh diri?" tanyanya yang pastinya tidak akan mendapatkan jawaban.

"Karena lo bunuh diri Papa ikutan pergi. Dan Mama... " Ada jeda beberapa saat sebelum gadis itu kembali berbicara. "Dia juga pergi, Kak. Mama pergi entah kemana. Raganya saja yang ada di sini. Tapi, pikiran Mama jauh. Saking jauhnya sampai gue aja nggak bisa memasukinnya."

"Raga Mama emang sama gue. Tapi, Mama enggak bisa ngerasain kehadiran gue, Kak," lirihnya.

Gista menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Matanya melirik ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah jam lima lebih delapan belas menit. Jika Ganes tadi hanya mengantarkan Rania tanpa mengajaknya jalan atau nonton bioskop. Sepupunya itu pasti sudah sampai di rumah.

Dan jika sampai Ganes tahu dia belum pulang. Cowok itu pasti akan menceramahinya panjang lebar. Dibandingkan dengan Wira Ganes memang lebih peduli dan over protective padanya.

"Gue nggak tahu ada hubungan apa lo sama dia di masa lalu. Tapi, dia bilang  kalau lo itu cinta pertamanya. Dia juga bilang kalau dia kehilangan kontak sama lo sejak setahun lalu," ucap Gista mengabaikan langit di atas sana yang mulai menggelap, suara gesekan daun dengan angin yang menambah aura mistis di tempatnya berada saat ini dan juga beberapa burung yang terbang melingkar di atas area makam.

"Tapi, gue tahu kalau lo nyembunyiin sesuatu dari kita. Walaupun gue enggak tahu siapa orang yang lo sembunyiin identitasnya itu. Dan sespesial apa orang itu sampe lo rela nanggung semua sendirian dan biarin dia tetap hidup dengan tenang. Atau bahkan anceman apa yang orang itu beri sampe lo sama sekali nggak mau buka mulut. Gue  nggak bakalan nyerah buat nyari tahu siapa pelaku itu, Kak."

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang