Ig : @nis_liha
HAPPY READING!-----
"Persetan sama yang namanya image! Gue mau jadi diri gue sendiri. Terserah mereka mau nilai gue kayak apa. Itu urusan mereka bukan urusan gue!"
~Gistara Arabhita
"Ck!" Seorang perempuan berambut sebahu berdecak pelan seraya mengacak rambutnya pelan.
Ia menarik kursi belajarnya kasar sebelum akhirnya ia duduki. Mata elang perempuan itu membidik sebuah foto perempuan cantik yang ia pasang di meja belajarnya.
"Masa iya gue harus jadi model nerusin lo sih, Kak?" Diraihnya figura yang menampilkan gambar perempuan cantik yang tengah tersenyum ke arah kamera itu sambil mengembuskan napasnya pelan.
Menjadi bintang model tidak pernah ada di dalam daftar hidup seorang Gistara Arabhita. Ia tidak pernah menyukai hal-hal semacam itu. Berbeda dengan Kanaya yang dulu begitu excited menjadi seorang model terkenal.
Akan tetapi, ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti saran Wina dan Revan untuk meneruskan jejak sang kakak di dunia modelling itu. Mengingat awal Kanaya menjadi menjadi model karena menuruti kemauan Wening. Barangkali dengan ia menjadi model seperti Kanaya dulu. Perlahan kondisi mamanya akan membaik dan sembuh.
Meletakkan kembali frame foto kakaknya ke tempat semula. Gadis dengan setelan kaus oversize dan celana training hitam itu melangkahkan kakinya keluar kamar untuk mengunjungi sang mama.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Gista sebelum tidur untuk menengok keadaan mamanya terlebih dahulu sambil mengajaknya mengobrol ringan. Meski, ia tahu mamanya tetap akan bergeming saja ketika ia mengajaknya berbicara. Tetapi, Gista tidak menyerah. Ia yakin suatu saat nanti mamanya nanti pasti akan bisa sembuh dan seperti dulu lagi.
Malam ini ia belum mengunjungi kamar mamanya karena setelah berbicara dengan Wina dan mengerjakan tugas sekolahnya untuk ia setorkan saat masa skors telah habis. Gista langsung ke balkon. Mencari udara segar sambil merenungi segala hal. Sampai-sampai ia lupa untuk mengunjungi mamanya. Meski, hanya sekadar memastikan perempuan nomor satu di hatinya itu baik-baik saja.
"Maafkan aku Wening. Maaf."
Deg.
Langkah kaki Gista yang mendekati pintu kamar mamanya seketika melambat saat ia mendengar suara seorang laki-laki di dalam sana. Samar-samar ia tadi mendengar kata "maaf" yang terucap dari seseorang di dalam sana. Dengan langkah pelan perempuan dengan rambut yang dicepol asal itu mendekati pintu sambil melebarkan telinganya.
Tepat di depan pintu langkahnya terhenti. Mata elangnya menyipit untuk mengintip dari balik celah pintu yang sedikit terbuka.
Keadaan di dalam kamar Wening remang-remang. Hanya ada cahaya dari lampu tidur yang berpendar di sana. Kening Gista berkerut sampai kedua alisnya hampir menyatu mendapati sosok laki-laki dengan tuxedo yang masih melekat di tbuhnya tengah duduk di tepi kasur menghadap mamanya.
Meskipun laki-laki itu duduk membelakanginya. Tapi Gista tahu siapa dia. Hanya ada satu lelaki parubaya di rumah ini. Revan. Gista mengenalinya dari tuxedo yang om-nya itu kenakan juga postur tubuhnya dari belakang yang mirip dengan Erlan, papanya.
Om Revan ngapain di kamar Mama? batin Gista penasaran.
Jarang-jarang Revan ke kamar mamanya seorang diri. Biasanya Revan ketika ingin melihat keadaan mamanya selalu bersama Wina. Hal itu membuat Gista merasa aneh. Apalagi ini sudah nyaris jam dua belas malam. Semua orang rumah juga sudah tidur. Lampu-lampu di ruangan juga sudah di padamkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GISTARA (END)
Teen FictionKejadian yang menimpa kakaknya membuat Gistara Arabhita membenci cowok. Dia menganggap semua cowok itu sama, yakni tiga B yang berarti belang, bejat, dan berbahaya. Akan tetapi, Gista yang membenci cowok terpaksa harus terus berurusan dengan Mangga...