Bab 52

3.2K 220 26
                                    

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha
-----

"Karena amarah lo itu adalah pintu masuk yang akan membawa lo pada jurang kehancuran."

Aroma khas obat-obatan langsung menyapa indera penciuman Gista ketika kakinya mulai menapak di keramik putih khas rumah sakit. Gadis itu berjalan menyusuri lorong rumah sakit sambil sesekali melihat nama ruangan untuk mencocokkannya sesuai dengan yang tantenya kirim tadi.

Di belakangnya, Manggala berjalan sambil menengok kanan kiri ikut mencari nama ruangan yang Gista sebut tadi. Iya, hanya cowok itulah yang menemani Gista ke rumah sakit. Karena yang lainnya sudah disuruh pulang.

Awalnya, Gista berniat pergi sendiri. Tapi, Manggala memaksa. Karena tidak mau berdebat lebih lama lagi akhirnya Gista mengiyakannya.

Sedangkan Magenta, Janu, dan Anara sudah cowok itu suruh pulang.

"Tante!" panggil Gista pada perempuan yang duduk di kursi besi panjang yang berada di depan sebuah ruang rawat inap VIP.

"Gista." Perempuan parubaya itu langsung berdiri dari duduknya.

"Gimana keadaan Mama?" tanya Gista panik.

"Mama nggak kenapa-napa, kan, Tan? Katanya Mbak tadi Mama ngamuk terus asmanya kambuh. Sekarang keadaan Mama gimana, Tan?" cecarnya dengan raut wajah khawatir.

Wening menyentuh kedua lengan Gista dan membawa keponakannya itu duduk di kursi. "Mama kamu nggak papa, Nak. Sudah ditanganin sama dokter. Sekarang mama kamu lagi tidur."

Helaan napas lega keluar dari bibir ranum tanpa gincu itu. "Alhamdulillah."

Gista lalu berdiri di dekat pintu. Mengintip mamanya yang tengah berbaring di atas brankar dengan selang infus di tangannya juga alat bantu oksigen yang dipasang di hidungnya.

"Ma, Mama harus sembuh. Gista sekarang lagi berjuang buat menuhin keinginan Mama yang belum Kak Naya wujudin," lirih Gista menyentuh  kaca pintu dengan sorot sendunya.

Gadis itu lantas menoleh ke arah Wina yang kini berdiri di sebelahnya. "Tante, Gista boleh masuk?" tanyanya terlebih dahulu karena ia takut mengganggu mamanya yang tengah tidur.

"Boleh kok sayang." Wina mengulum senyum.

"Gue ikut." Manggala tiba-tiba berdiri di sebelah Gista.

Wina yang baru menyadari keberadaan cowok itu lantas bertanya, "Loh, kamu yang kemarin nganterin Gista, kan?"

Manggala tersenyum. "Iya, Tante." Mengulurkan tangan. "Eh, maaf, Tan. Saya lupa belum salim," kekehnya menampakkan sederetan gigi putihnya.

Melihat Gista yang sudah membuka pintu, cowok itu bergegas mengintil di belakangnya.

"Nggak usah ikut. Lo tunggu di luar aja," larang Gista pada Manggala.

"Tapi, gue pengin ketemu sama nyokap lo."

"Enggak usah. Mau ngapain sih lo?" Gista mendorong pelanbahu Manggala.

"Gista," tegur Wina. "Biarin Manggala ikut ya, sayang."

Membuang napas, Gista akhirnya membiarkan Manggala untuk ikut masuk.

Sesampainya di dalam, Gista menahan sesak yang tetiba menyeruak di dadanya. Melihat mamanya seperti ini membuat pertahanannya kembali runtuh.

Dengan mata yang berkaca-kaca, gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu berjalan mendekati brankar yang ditempati sang mama. "Ma," panggilnya dengan suara parau.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang