Bab 73

3.6K 244 38
                                    

Jangan lupa follow dulu ya sebelum membaca.

Follow juga akun :
Ig : @nis_liha
@wattpadnisliha

Tiktok : wattpadnisliha

-----

"Rupanya hanya karena tatapan mata mampu menimbulkan degup jantung yang tak beraturan di dada."

"Hahaha sumpah nggak sopan banget tau nggak mereka berdua," ujar Janu dengan mulut yang penuh keripik singkong balado.

Cowok berambut klimis itu kini tengah duduk lesehan di kamar Manggala. Setelah satu minggu di rawat di rumah sakit dengan ditemani Gista di setiap harinya. Akhirnya, panglima tempur itu sudah diperbolehkan pulang.

"Untung aja yang masuk gue sama Anara. Kalau yang masuk om Rama sama tante Sinta bisa langsung dinikahin kali mereka berdua," sambungnya.

Memang soal insiden malam itu, Janu dan Anara tidak membocorkan pada siapapun atas ancaman Gista. Namun, tetap saja jiwa gibahable di dalam diri mereka meronta-ronta. Sehingga sekarang ini Manggala dan Gista menjadi bulan-bulanannya di depan Magenta, Ganes, Kaivan, Devan, dan Anika yang tengah menjenguk cowok itu di rumahnya.

Beruntung kamar Manggala ukurannya sangat luas sehingga mereka tidak perlu berdesak-desakan di kamar dengan desain aesthetic. Di mana di dinding-dinding kamarnya yang bercat putih ditempeli puisi-puisi yang ditulis di robekan kertas yang setiap ujungnya dibakar atau pada kertas lusuh yang warnanya sudah menguning. Bukan itu saja, figura di kamar Manggala juga lain daripada yang lain. Figura-figura yang terpasang bukanlah foto keluarga ataupun lukisan, melainkan herbarium dari berbagai macam bunga yang di bawahnya pasti terdapat semacam quotes.

"Kalian tahu nggak ekspresi mereka waktu kepergok itu kayak gimana?" Anara menegakkan tubuhnya yang semula bersandar pada ranjang sambil memangku kucing anggora.

Anara tersenyum mengejek. "PBL PBL PBL... "

"Panik bangetttt lohhh!" serunya bersama Janu kompak.

Tawa menggelegar pun terdengar di kamar aesthetic itu. Semuanya tertawa kecuali, Manggala dan Gista yang sudah menatap tajam biang kerok yang kini malah terbahak sambil memegangi perutnya.

Manggala melotot ketika Anara yang tertawa lepas malah kelepasan memukul perut kucing kesayangan kakaknya. Nyaris saja dia menimpuk cewek bermata belok itu dengan raket nyamuk jika saja Anara tidak kunjung menghentikan aksinya.

Gista yang duduk di kasur sebelah Manggala mendesis sebal. "Udah gue bilang, kan, kalau kalian itu salah paham! Lo berdua juga tahu, kan, kejadian sebenernya kayak gimana?"

Cewek berkuncir kuda itu kembali pada kegiatannya memijiti kaki Manggala. Jelas itu semua ia lakukan hanya karena tanggung jawab. Kalau bukan sudah terlanjur berjanji pada Rama dan Sinta ia ogah menjadi babu Manggala. Apalagi satu minggu ini cowok itu berubah jadi bayi besar.

Menyebalkan sekali! Tapi, mau gimana lagi Manggala juga sudah berkorban demi dirinya.

"Masa sih salah paham. Gue lihatnya emang beneran ciuman kok," ledek Janu.

"Ngomong sekali lagi gue geprek kepala lo!" ancam Gista seraya melempar bantal yang mengenai kepala Janu. Membuat cowok itu nyaris saja tersedak keripik. Sehingga  ia buru-buru meminum jus jeruk yang disediakan dengan rakus.

Ganes tertawa melihat adik kelas laknatnya itu menderita. "Rasain siapa suruh lo godain adek gue."

"Ketua lo godain, Jan. Kena karma, kan, lo," timpal Kaivan ikut tertawa.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang