Special Part

5.4K 207 1
                                    

Part ini aku tulis khusus buat kalian yang sayang sama Bang Wira dan Kanaya. Part ini menceritakan sebuah rahasia Tanwira Danapati sama Kanaya Nirbitala yang hanya mereka yang tahu.

So, selamat membaca!

-----

"Nay."

Suara berat seorang lelaki mengusik tidur seorang perempuan berambut panjang. Perempuan itu membuka matanya yang membengkak akibat terlalu lama menangis, secara perlahan.

Matanya yang telah terbuka sempurna terkunci pada satu objek nyata di depannya. Objek yang sangat ia hindari sejak persitiwa di malam terkutuk itu.

"Bang Wira," lirihnya mendudukkan tubuhnya.

"Abang ngapain ke sini?" tanyanya masih bernada lirih. Khawatir jika ada yang mengetahui keberadaan sepupu laki-lakinya itu di dalam kamarnya di tengah malam buta seperti ini.

Wira yang semula berjongkok di lantai, mengambil  tempat di tepi kasur. Berhadapan langsung dengan Kanaya.

"Kamu menangis lagi, Nay?" Wira menatap sayu perempuan berwajah pucat di depannya.

"Mana mungkin aku bisa tersenyum dengan keadaanku yang seperti ini, Bang."

Wira meraih kepala Kanaya dan membenamkan di dadanya. Yang justru membuat tangis perempuan itu pecah.

"Maafin Abang, Nay. Seandainya malam itu Abang bisa ngendaliin diri. Semua ini enggak mungkin bakalan terjadi. Kamu nggak akan nanggung beban seberat ini, Kanaya." Air mata laki-laki itu luruh. Ia mempererat dekapannya.

Kanaya terisak. Bahunya berguncang hebat. Ia tahu di sini Wira bersalah. Akan tetapi, ia juga tidak boleh menutup mata bahwa semua ini adalah jebakan. Bukan murni kesalahan laki-laki itu sendiri.

"Abang nggak salah." Kanaya menenggelamkan kepalanya di dada bidang laki-laki bermata elang itu.

"Ini jebakan."

Wira menumpukan dagunya di puncak kepala Kanaya. Air mata terus mengalir hingga membasahi rambut perempuan yang tengah di dekapnya.

Meskipun ini semua adalah jebakan. Tapi, Wira tetap merasa bersalah. Bagi Wira semua ini adalah salahnya yang tidak bisa untuk sekadar menahan nafsu binatangnya.

Dia lelaki normal yang bisa saja tergoda bila berdua dengan perempuan di dalam ruangan tertutup seperti itu. Namun, ia masih bisa menahan diri jika obat sialan itu tidak memengaruhinya dan mengendalikannya. Membuat ia kehilangan akal sehat sampai-sampai merenggut kehormatan sepupunya sendiri.

"Tapi, kenapa semua ini harus terjadi sama kita, Bang? Kenapa?" Kanaya bertanya dengan suaranya yang teredam di dekapan Wira.

"Apa salah aku, Bang? Apa salah Abang? Sampai-sampai kita dijadiin korban." Kanaya mencengkeram kaus laki-laki itu dengan tubuh yang bergetar. Dadanya sesak. Amarahnya tertahan di sana.

"Kanaya benci geng motor itu, Bang. Naya benci BALAPATI!" ujarnya memukul dada Wira.

"Kalau geng motor itu nggak pernah ada. Semua ini nggak akan terjadi. Nggak akan ada dendam dari geng motor lain. Dan kita nggak akan dijadiin korban, Bang."

Wira membiarkan perempuan itu terus memukuli dadanya. Rasa sakit di dadanya tidak sebanding dengan sakit yang Kanaya rasakan kala perempuan itu terbangun di markas dalam keadaan tanpa busana bersama seorang lelaki.

"Abang bakalan tanggung jawab, Nay." Wira menahan tangan perempuan itu. Menatapnya dalam.

"Apapun resikonya Abang siap menanggungnya, Nay," ujarnya dengan mantap.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang