Bab 24

3.3K 245 17
                                    

IG : @nis_liha
@wattpadnisliha

HAPPY READING!

-----
"

Percuma menyembunyikan bangkai. Baunya akan tetap tercium dan yang pasti Tuhan tidak akan membiarkanmu berlama-lama menyembunyikan kebusukan itu."

"Gis, jadi ke makam sekarang?" tanya seorang gadis berkuncir dua sambil menjilati coklat yang masih menempel di bungkus better. Pagi tadi Gista mengajaknya ke makam papa dan kakaknya. Katanya hari ini adalah hari ulang tahun sang kakak. Alias Kanaya.

"Hih! Jorok lo!"

Sebuah penghapus melayang di kepala Anara. Membuat si empu meringis kesakitan.

Mengusap-usap kepalanya dengan tangan gadis itu menampilkan raut wajah cemberut. "Ih jahat banget sih lo, Gis."

"Abisnya lo jorok banget sih, Ra. Pake  jilatin coklat yang nempel di plastik segala. Kayak nggak ada duit aja buat beli lagi."

Gista heran Anara itu anak sultan. Walaupun bukan anak tunggal kaya raya. Tapi, duitnya juga banyak. Mau minta better seratus karung pun pasti akan dibelikan. Lah ini barang coklat nempel di plastik aja pakai dijilatin.

"Yeee daripada langsung dibuang. Mubazir tau buang-buang makanan," bela Anara.

"Ck! Terserah lo deh, Ra. Sebahagia lo aja."

Gista bangkit dari duduknya mulai memberesi alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas. Tak lupa ia mengambil penghapus yang tadi sempat gadis itu lempar ke kepala Anara. Sayang juga kalau ditinggal begitu saja di kelas. Apalagi baru beli kemarin sebagai apresiasi habisnya masa skors-nya.

"Ini gimana? Jadi nggak?" Anara ikut bangkit dan meraih tasnya. Semua buku dan alat tulisnya telah ia bereskan sejak tadi.

"Hmm." Gista berdehem sebagai jawaban. Ia masih sibuk menghitung jumlah buku di dalam tasnya. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu sebelum pulang selalu mengecek barang yang ia bawa. Ia tidak mau ada satu pun buku mata pelajarannya yang tertinggal di sekolah. Karena itu akan menyulitkannya untuk mempelajari materi selanjutnya.

"Ditanya malah dehem. Lo mau bikin gue meleyot sama deheman lo," gerutu gadis berkuncir dua itu dengan ekspresi cemberutnya yang menurut Gista malah terlihat lucu.

Gista mendengus geli. Dia paham apa maksud Anara. Dia juga anak dunia oranye. Dia tahu seberapa berdamage-nya kata "hm" bagi pecinta fiksi. Tetapi, ia tidak habis fikir Anara akan baper juga dengan dehemannya.

****

Aroma bunga kamboja bercampur bunga makam dan tanah basah langsung menyambut indera penciuman Gista ketika gadis itu memasuki area pemakaman yang sepi.

Semilir angin yang bertiup di tengah sore yang mendung ini memberikan sensasi sejuk yang lain bagi seorang cewek berkuncir dua yang berjalan di belakang Gista yang kini menatap ngeri sekelilingnya.

"Ih, Gis. Sepi banget sih ni kuburan. Jadi ngeri gue," cerocos Anara yang berjalan di belakang Gista sambil memegangi ujung jas almamaternya. Sudah seperti seorang anak yang mengintili ibunya.

Gista merotasikan kedua bola matanya mendengar penuturan Anara. "Lo begonya natural banget sih, Ra. Dimana-mana kuburan itu ya sepi. Gila aja kuburan rame," ketus Gista.

Gadis itu menyengir kuda. "Hehe iya juga ya, Gis. Kalau kuburan rame yang ada penghuninya nggak bisa istirahat. Padahal ini, kan, tempat peristirahatan terakhir mereka," cakap Anara dengan suara keras. Seolah lupa jika ia sekarang tengah berada di tempat apa.

GISTARA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang