Jatuh Cinta

1K 78 5
                                    

"Bagaimana rasanya jatuh cinta ?"

Pertanyaan dari pemuda bersurai senja di hadapannya membuat Shikamaru menengadahkan kepala, melayangkan tatapan bertanya kepada pemuda yang secara tidak langsung berstatus juniornya.

"Aku hanya iseng kok, hanya... ingin tahu saja." Yurito tertawa riang, seakan ingin menyembunyikan ekspresinya, tapi jika diperhatikan lebih detail lagi, ada semburat merah tipis yang hadir di pipinya.

"Kau sedang jatuh cinta eh ?" goda Shikamaru, ia tersenyum jahil dan meletakkan pulpen yang tadi ia pegang.

"S- sudah kubilang aku hanya penasaran !" kini pemuda itu sedikit berteriak, hal itu malah membuat sang Nara tertawa renyah.

"Baik baik, kau tidak sedang jatuh cinta, jadi... bagian mana yang ingin kau ketahui ?"

"Uhm.... mungkin..... bagaimana Senpai bisa menyadari kalau Senpai mencintai Temari - san ?" Yurito menjentikkan jarinya dengan wajah riang saat merasa sudah berhasil menemukan pertanyaan yang tepat. Ia kembali menatap seniornya dengan mata berbinar.

Shikamaru menghela napas, mulai menatap langit langit ruangan mereka yang baru di cat kemarin, pikirannya mulai menjelajah ke beberapa tahu lalu, saat ia masih menjadi seorang remaja labil dan naif. Seseorang yang baru pertama kali merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta.

Ah, bukan, itu adalah kali pertama dan terakhir dalam hidupnya.

"Entahlah.... mungkin.... ada perasaan aneh yang tidak dapat kau deskripsikan ? atau... perasaan nyaman dan senang yang asing, ah bagaimana menjelaskannya ya ?" Shikamaru terlihat kebingungan sendiri, ia sedikit menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal dan terkekeh pelan.

Bingung

Itu yang sekarang mendera pria menjadi pemimpin klan Nara periode ini. Perasaan sangat hangat itu benar benar sulit dijelaskan. Meski tak dapat dipungkiri, ia selalu merasakannya setiap hari.

"Seperti apa ? Apa sebuah perasaan yang bisa membuat orang kehilangan akal sehatnya dan berbuat nekat ?"

Shikamaru sedikit mengenyit saat mendengarkan pendapat Yurito "Kenapa kau berpikir seperti itu ? kau terlalu banyak menonton film percintaan yang merepotkan."

"Ehh tapi... Senpai juga menjadi nekat melamar Temari - san karena perasaan itu bukan ?"

Wajah penasihat Hokage itu memerah, ia memalingkan wajahnya ke arah lain, mencoba menyembunyikan rona merah yang kini sudah mendominasi. Oh, apa yang selama ini orang orang pikirkan tentang hubungannya dengan Temari ? kini ia tak sanggup membayangkannya, bisa bisa ia mati dipendam rasa malu.

"Uhm.. i- itu sesuatu ya- yang berbeda." Shikamaru mencoba membuat pembelaan yang logis meski otaknya kini dipenuhi sosok cantik sang istri.

"Lalu ?"

"Begini... akh... aku melakukannya memang karena aku mencintainya... uhm... lebih mirip perasaan egois untuk memiliki Temari seutuhnya, saat itu aku hanya ingin menariknya ke sisiku secara resmi, aku ingin semua orang tahu kalau dia hanyalah milikku seorang, aku tidak ingin ada lelaki lain yang mendekatinya apalagi mengirimkan surat surat lamaran dengan rangkaian kata menjijikkan itu, aku hanya... ingin Temari menjadi milikku,"

"Senpai... itu terdengar mengerikan.... bukankah lebih bagus jika kau menceritakannya seperti 'aku cemburu karena banyak lelaki yang mendekatinya dan aku ingin segera melihat namanya bersanding dengan margaku' begitu ?"

Shikamaru terkekeh pelan "Entahlah, apa ini terdengar seperti sebuah keegoisan atau sebuah obsesi, tapi memang begitu kenyataannya, memang hal itu yang kurasakan, aku tidak suka mengarang kisah cinta menggelikan seperti itu, merepotkan saja."

Our Lovely DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang