Tired

962 62 4
                                    

Entah sudah keberapa kalinya ia menerima semua ini.

Lagi lagi, semua adalah salahnya.

Temari berjalan keluar ruang rapat dengan mimik datar. Ia benar benar muak.

Misi yang ia pimpin kemarin memang tak seharusnya memakan korban jiwa, tetapi mau bagaimanapun, itu bukan kesalahannya ! Jounin itu yang melempar dirinya sendiri ke tempat musuh tanpa seizin Temari.

Tapi, kini para tetua menyalahkannya, mereka menudingnya, melimpahkan semua kesalahan kepadanya tanpa tahu kejadian yang ada.

"Bagaimana bisa kau menyebut dirimu seorang putri padahal ku tak bisa melindungi rakyatmu sendiri ?!"

Ingin rasanya ia memotong lidah para tetua sialan itu. Kepalanya berdenyut sakit, ia yang sebenarnya sudah dihantam rasa bersalah, kini semakin menyalahkan dirinya.

Mau bagaimanapun, kata kata para tetua itu cukup menusuk hatinya.

Padahal, ia baru saja pulang dari rumah korban, menerima 'sedikit' caci maki dan mendengar tangis pilu di sana. Sebagai ketua yang baik, ia langsung memberikan bela sungkawa dan mengabarkan sendiri berita itu saat pulang dari misi.

Kini tubuh dan batinnya begitu lelah.

"Ada jadwal ke Konoha ya ...," Sebenarnya ia benar benar enggan pergi, dengan perasaan campur aduk seperti ini, ia tak mungkin bisa mengerjakan tugasnya dengan baik seperti biasa, seprofesional apapun dirinya.

Tapi sepertinya, pergi ke Konoha juga merupakan jalan untuk kabur sejenak dari masalah ini.

"Sudahlah, aku tak peduli."

---------------------000------------------

Temari tidak tahu, ia hanya berjalan terus sambil berusaha mengosongkan pikirannya.

Saat sadar, ia sudah berada di jalan setapak menuju gerbang Konoha.

"Pikiranku benar benar kacau." Temari mencoba mengingat ingat kembali, dan benar, ia sendiri yang meminta izin dan menempuh perjalanan ke Konoha.

"Haah, ini gila."

Karena sudah terlanjur, lebih baik ia menyibukkan diri dengan tumpukan tugas ujian Chunin daripada mendekam di kantornya dengan cercaan yang menggema di telinga.

Semuanya berjalan seperti biasa. Disambut oleh Shikamaru, berjalan berdua memasuki desa, melapor kepada Hokage, mengerjakan tugas, semuanya normal.

Hanya sikap Temari yang aneh.

Shikamaru terus memandangi rekannya yang sejak tadi bungkam itu. Meski ditanya, Temari hanya menggumam atau menjawab singkat.

Ada yang tidak beres dan Shikamaru tahu pasti hal itu.

"Kau sakit ?" Akhirnya sebuah prediksi ia lontarkan kepada wanita di hadapannya.

Temari mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia kerjakan sebentar lalu kembali fokus "Tidak."

"Apa kau sedih ?"

"Tidak."

"Apa kau marah padaku ?"

"Memang apa yang kau lakukan sampai aku harus marah ?"

"Yaah, mungkin ... Aku berbuat sesuatu yang-- eh kita bahkan baru bertemu beberapa menit lalu." Shikamaru memasang wajah bodoh. Ia menyatukan kedua tangannya, membuat pose berpikir khas dirinya.

Bahkan, mahluk sejenius Shikamaru pun butuh berpikir keras -untuk menebak alasan mengapa sang putri Suna sangat diam- seperti akan melawan musuh yang sangat kuat, sebenarnya seberapa rumitnya Temari itu ?

Our Lovely DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang