"Kemarilah." Temari tetap tak bergeming, menatap suaminya dengan tatapan seakan pria itu adalah orang mesum.
Shikamaru menghela napas, selalu saja seperti itu padahal Temari juga sebenarnya tahu apa yang ia maksudkan.
"Merepotkan." Shikamaru berdiri dari tempatnya dan memeluk istrinya lembut dan erat.
"Dasar, kau itu selalu saja," keluh Temari "kau bukan bocah yang butuh dipeluk-peluk lagi," tapi meski begitu Temari tetap membalas pelukan suaminya "anakmu saja sudah tak seperti ini, kembalilah bekerja dan jangan merepotkan!"
Shikamaru terkekeh pelan, istrinya memang sangat tsundere "Sebentar saja," pintanya lembut sambil menyesapi aroma khas sang Putri Suna.
Memang, tak ada istirahat semenyenangkan ini. Pelukan Temari adalah yang ia butuhkan, saat lelah, saat pekerjaannya mulai menekan, mulai membosankan. Karena mau bagaimanapun, Temari adalah salah satu alasannya mempertahankan posisi merepotkan ini.
Entahlah, pelukan sang istri itu seperti rumah untuknya. Hangat, nyaman, tenang, seakan ia punya dunia lain sehat didekap Temari. Selalu seperti itu, sejak dulu. Entah sejak kapan, pelukan dari wanita itu begitu ia damba.
Seperti baru kemarin, pertama kalinya ia merasakan hal ini saat kembali dari sebuah misi dimana ia menjadi kapten tim. Karena kesalahan dalam analisis lapangan, misi yang mereka kerjakan menjadi setingkat Anbu. Tentu saja hal itu membuat satu anggotanya meregang nyawa. Kegagalan keduanya setelah pengejaran Sasuke.
Ia yang begitu terpuruk saat itu memutuskan untuk menjauh ke bukit di dekat 'dinding' pembatas Konoha, tempat yang sepi apalagi di saat mending seperti hari itu. Ia pikir bisa tidur sampai sore disana dan mengembalikan sedikit semangatnya, benar-benar mengasingkan diri dari semua orang.
Tapi sepertinya harapan sederhananya itu pun tak terwujud.
Di tempat itu juga Temari kembali menemukannya, menyelamatkannya. Bukan aksi heroik yang keren dengan ribuan sayatan angin tapi dengan sebuah sapaan pelan dan pelukan hangat.
Shikamaru tak begitu ingat, apa yang terjadi dan hal yang mereka bicarakan hingga Gadi itu memeluknya, menjatuhkan segala ego dan merengkuhnya. Yang jelas saat itu Shikamaru menjadi sangat tenang, seakan beban yang menimpanya terhempas begitu saja.
Suatu pelarian yang menyenangkan.
"Kau lemah sekali! Di depan sana masih banyak kegagalan yang akan kau jumpai, saat itu terjadi apa yang akan kau lakukan huh? Bunuh diri? Bodoh!"
Kata-kata itu adalah satu-satunya suara Temari yang ia ingat. Bukan kata-kata hiburan yang lembut dan halus, tapi itu adalah kalimat yang tepat, yang ingin didengar oleh jiwanya.
Memang, Temari selalu bisa memberinya penghiburan yang tepat. Dan sepertinya itu adalah awal mula dimana pelukan Temari menjadi candu untuk si Nara.
"Apa yang kau lakukan huh?" Suara Temari menarik kembali kesadaran Shikamaru. Pria itu terkekeh pelan, siapa sangka istrinya itu bisa mengetahui keadaannya tanpa melihat?
"Kau."
"Hah?"
"Tidak ada." Shikamaru kembali terkekeh dan mengendurkan pelukannya.
"Terimakasih untuk makan siangnya." Ia menyatukan dahi mereka.
Temari mendengus pelan "Itu tugasku."
"Lain kali menetaplah disini lebih lama." Menghabiskan waktu dalam ikatan pernikahan membuat Shikamaru lebih jujur dalam menggoda wanita yang telah ia resmikan jadi miliknya itu.
"Untuk apa?" Ujar Temari, ia menyunggingkan senyum remeh "Buang-buang waktu."
Shikamaru menghadiahkan sebuah kecupan ringan di dahi Temari "Karena aku merindukanmu."
"A- a Apa apaan kau ini?!" Wajahnya yang merah padam tak dapat lagi di sembunyikan "k- kau... D-dasar!" Temari terbata, ia tak dapat menemukan kata kata yang tepat, seakan seluruh kosakata yang ia pelajari seumur hidup lenyap begitu saja.
Shikamaru terkekeh, ia mendekatkan wajahnya, menikmati rona merah di pipi sang istri sambil membelainya lembut. Ia semakin mendekat dan memberikan sebuah kecupan di pipi sambil berbisik hangat "Aku akan menemanimu nanti malam."
-----------------000--------------
Temari menatap bintang berkelip di langit, menyesap tehnya dalam diam. Terkadang ia sedikit heran, Konoha begitu indah sampai tak bisa dibandingkan dengan desa manapun, sumber sayanya kaya, masyarakatnya juga banyak.
Sayang sekali desa ini sering kedatangan penjahat tingkat tinggi, bahkan 60 persen penjahat buronan dulu adalah alumni Konoha.
Luar biasa.
"Aku menepati janjiku." Temari merasakan pelukan dari arah belakang, juga sebuah kepala yang bersandar di bahunya.
Tanpa membuka mata pun ia tahu siapa itu.
"Kau pulang cepat."
"Aku kan sudah janji."
Temari terkekeh pelan, ia menuangkan teh ke dalam gelas lain yang sengaja ia siapkan, tak dapat dipungkiri ia juga menunggu janji itu ditepati.
Shikamaru duduk di samping istrinya dan meminum teh yang disajikan "Kau begitu merindukanku eh?"
"Tidak juga."
"Lalu? Kau sampai menyiapkan kue dan teh seperti ini."
"Ini untukku, bocah!"
Shikamaru tertawa pelan, jika suara istrinya sudah sedikit meninggi seperti itu maka artinya yang ia ucapkan benar.
"Tidak usah malu-malu, aku tahu."
"Berisik!"
Shikamaru kembali memeluk istrinya dari samping. Sungguh ia merindukan hal seperti ini, lebih dari apapun.
"Minggir, kau bau, mandi sana."
"Antar aku ke kamar mandi, istriku."
"KAU GILA YA?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Lovely Days
Fanfiction{ Oneshot About ShikaTema } " di tengah teriknya dunia kau jadi bayangan yang membuatku nyaman " - Sabaku no Temari . " kau adalah cahaya yang menerangi gelapnya hatiku " - Nara Shikamaru