Suasana begitu sendu, bahkan langit pun semendung hati semua orang yang kini berkumpul dengan balutan pakaian hitam. Perang telah usai, kedamaian telah tercapai, tapi kehilangan juga menyertai.
Suasana sore itu begitu gelap, cahaya senja seakan enggan menampakkan diri, seakan ikut bersedih mendengar sahutan Isak tangis.
Tak terkecuali di sebuah barisan. Nampak 2 anak manusia beda gender, sedang menatap batu nisan ayah mereka yang baru saja dibuat. Sang ibu menangis dalam diam, tubuh mereka bergetar hebat di pelukan sahabat sahabatnya, masih tidak percaya bahwa suami mereka akan pulang dalam keadaan tak bernyawa.
Shikamaru menatap kosong ke arah nisan bertuliskan nama Nara Shikaku, beribu memori kebersamaan yang sudah ia tahan agar tidak meledak saat perang, membanjiri seluruh kesadarannya.
Ino berusaha kuat, ia menangis dalam diam sambil menatap nisan bertuliskan nama Yamanaka Inoichi. Disampingnya, ada Choji selaku teman setia yang mendampinginya, memegang pundaknya seakan memberi kekuatan. Pemuda bermarga Akimichi itu pun memilih berada di samping Ino atas permintaan Shikamaru, tunggal Nara itu mengatakan jika Ino lebih butuh dukungan daripada dirinya.
Shikamaru masih tak kuasa menerima keadaan, ia tidak bisa memeluk ibunya dan menegarkan wanita itu, dirinya sendiri hampir jatuh, ia tak akan mampu memberi penghiburan saat hatinya juga sedang sangat terluka.
"Dasar bocah cengeng." Sekelebat ucapan Temari melintas di pikirannya, entah karena apa, ia tiba tiba mengingat gadis itu. Manik Shikamaru sedikit bergulir ke kanan dan kiri, mencari keberadaan sosok bersurai pasir yang seharusnya hadir hari ini.
Ia kembali menunduk saat menyadari kelakuan anehnya. Gadis itu sudah tentu berdiri di depan bersama jajaran para orang penting. Shikamaru kembali menatap satu per satu jajaran huruf yang membentuk nama ayahnya dengan sendu.
Pemuda itu sedikit tersentak saat merasakan jari kelingkingnya bersentuhan dengan jari orang lain. Ia menoleh dan membulatkan matanya saat melihat sosok Temari di sisinya. Gadis itu berhenti sebentar di samping Shikamaru lalu membungkuk dalam dalam ke arah makan Shikaku.
"Terima kasih untuk pengorbanan anda sekalian, anda semua adalah Shinobi yang sangat hebat." Temari berucap sedikit lantang, merebut atensi banyak orang.
Para tetua yang sadar, langsung mengucapkan rangkaian ucapan bela sungkawa dan penghormatan kepada para Shinobi yang gugur.
Pemakaman Shinobi yang gugur di Konoha berjalan lambat, dipengaruhi faktor bahwa sang Godaime harus dirawat pasca tubuhnya terlepas, dan banyaknya jajaran Shinobi petinggi yang gugur, membuat para Tetua sedikit kesulitan mengendalikan keadaan.
Shikamaru ikut membungkuk dalam saat semua orang melakukan. Irisnya sedikit melirik ke arah Temari yang masih setia membungkuk sambil memejamkan mata.
Keadaan mulai terkendali, semua orang mulai menghentikan raungan mereka dan berdoa dengan khidmat. Berusaha melepas orang orang terkasih dengan rasa bangga di hati meski sedih tetap mendominasi.
Semuanya berlangsung dengan sangat lambat, setelah para tetua meninggalkan pemakaman, satu per satu orang mulai beranjak, menyisakan sedikit populasi yang masih ingin menikmati saat saat itu, termasuk Shikamaru.
Pemuda itu benar benar larut dalam pikirannya sendiri, nostalgia tentang kebersamaan bersama ayahnya sejak kecil sampai saat terakhir terputar perlahan. Ia tersentak pelan saat Naruto menepuk pundaknya, semua orang telah meninggalkan tempat itu, hanya tersisa dirinya sendiri.
Shikamaru mengangguk tanpa bersuara, ia menolehkan kepalanya kesana kemari, mencari keberadaan sosok bersurai pirang yang tadi ada di sampingnya.
Temari sudah pergi, entah sejak kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Lovely Days
Fanfiction{ Oneshot About ShikaTema } " di tengah teriknya dunia kau jadi bayangan yang membuatku nyaman " - Sabaku no Temari . " kau adalah cahaya yang menerangi gelapnya hatiku " - Nara Shikamaru