66

33 9 9
                                    

Hari ini entah mengapa hawanya terasa lebih dingin dari biasanya padahal langit tidak menampakkan awan mendung satupun. Bahkan burung-burung juga tampak riang bernyanyi tapi kenapa rasanya sunyi?

Meja makan yang selalu diiringi candaan dan tawa setiap penghuninya pun kini tampak sepi dan hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang bertabrakan dengan kerasnya piring.

Raut wajah ceria yang biasa terpatri di wajah Leo pun hari ini tampak hilang bersembunyi. Ternyata bukan hanya Leo saja yang merasa demikian, Vino pun juga merasakan hal yang sama.

Mereka bahkan enggan melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan, terutama Leo yang biasanya kabur saat pelajaran kimia pun kini mulai tenang mengikuti setiap materi hidrokarbon yang tertulis dengan jelas di papan tulis.

Semua sahabatnya mengerti betul kenapa Leo bersikap seperti ini. Hari ini tanggal 15 dan itu adalah tanggal eksekusi Dimas.

Leo memegang erat sepucuk surat yang diterimanya dari Dimas. Ya, sebelumnya Dimas menitipkan sebuah surat pada salah seorang polisi agar menyampaikan surat tersebut pada Leo dan meminta Leo agar membacanya tepat pukul sepuluh. Tepat saat eksekusi mati itu dilakukan.

Kring!! Kring!!!

Bel istirahat berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas dengan penuh bahagia tapi tidak dengan Leo. Begitu mendengar bel tersebut, Leo langsung memejamkan matanya untuk berdoa agar Dimas diberi tempat terbaik di sisi-Nya. Setelahnya Leo pun membuka surat tersebut dengan mata yang kabur dengan air mata.

'Terimakasih. Gue beruntung punya saudara seperti lo dan Vino. Selama ini gue selalu berjalan sendirian dalam kegelapan. Satu-satunya cahaya dalam hidup gue hanya kak Bunga, namun gue sadar. Gue nggak boleh bergantung pada cahaya itu dan menyeretnya dalam kegelapan yang gue ciptakan kan?

Sekarang gue sudah pergi. Tolong lindungi kakakku. Dia sudah menderita selama ini. Dan tolong jangan beri tahu kak Bunga tentang kematianku karena gue sudah terlanjur bilang kalau gue pergi sekolah ke Jerman hari ini. Dan itu adalah kebohongan terbesar dalam hidup gue. Gue nggak mau kak Bunga menangis karena gue karena air matanya adalah neraka buat gue.

Oh tentang Ina. Tolong jaga dia. Sampaikan permintaan maaf gue karena gue sudah nggak bisa lagi mengobati dia saat dia terluka nanti. Dan untuk lo, awas saja kalau lo sakiti Ina lagi. Gue bakalan datang menghantui lo!

Rasanya agak sungkan kalau gue terlalu banyak permintaan sama lo karena kita baru saja kenal. Tapi satu hal yang pasti, lo harus bahagia sama Ina apapun yang terjadi,'

Tes! Tes!

Air mata mulai menetes dari kedua mata Leo. Leo pun menunduk dalam dan berupaya menyembunyikan isak tangisnya. Ketiga sahabatnya yang melihat keadaan Leo pun mulai berjalan mendekati Leo dan mencoba menenangkan Leo dan memberinya pelukan ringan.

***

Vino melemparkan sebuah bunga krisan ke sebuah hamparan rumput yang berada di samping lapangan basket sekolahnya.

"Jadi ini ya akhirnya?" tanya Vino sembari tersenyum dan memperhatikan bunga yang ia lemparkan.

"Sekarang lo berhasil mengakhiri penderitaanmu dan semoga lo bahagia di sana," lanjut Vino.

"Vin!!" teriak Lucas yang memanggilnya dari dalam lapangan basket.

Vino pun membalikkan badannya kearah Lucas.

"Ayo kita main!!" ajak Lucas yang di angguki oleh yang lainnya.

Vino pun tersenyum dan mengacungkan jari jempolnya kearah Lucas yang berarti ia menerima tawaran Lucas.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang