71

39 7 12
                                    

"Yo," panggil sebuah suara yang langsung membuat Leo menolehkan pandangannya ke sumber suara tersebut.

"Om Bimo?" tanya Leo memastikan jika orang yang berdiri di depannya adalah om Bimo.

"Iya, ayo kita pulang," ajak Bimo sembari tersenyum lembut kearah Leo.

Leo pun menganggukkan kepalanya menyetujui ajakan Bimo. Mereka berjalan menuju mobil Bimo yang terparkir tidak jauh dari rumah Ina.

"Mas Leo!" panggil seseorang yang membuat Leo menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Mas Leo mau kemana? Motornya belum selesai diperbaiki lho mas," ucap pak Warto yang datang dengan tergopoh-gopoh.

"Buat pak Warto saja. Saya sudah tidak mau mengingat kenangan itu lagi pak," ujar Leo sembari tersenyum.

"Eh?"

"Mulai sekarang motor itu jadi milik pak Warto," jelas Bimo mewakili Leo yang tampak tidak ingin berbicara lebih lanjut.

"Leo pulang dulu pak. Ayo om," pamit Leo.

"Hati-hati ya mas. Terimakasih banyak," ujar pak Warto dengan tidak enak hati.

Leo pun segera masuk ke dalam mobil diikuti Bimo dari belakang.

Selama perjalanan, Leo hanya diam termangu sembari mengamati jalanan dengan pandangan kosong. Bimo yang melihatnya pun menjadi iba. Bimo tahu jika Leo sangat mencintai Ina dan Bimo juga sangat tahu bagaimana terlukanya Leo saat ini.

"Yo," panggil Bimo.

"Hm?" jawab Leo tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Kamu nggak penasaran kenapa om ada di sini?" tanya Bimo untuk mencairkan sedikit suasana.

"Kenapa?" tanya Leo mengikuti Bimo dan lagi-lagi Leo hanya diam tanpa menoleh ke arah Bimo. Saat ini otaknya sedang terputar memori-memori kebersamaannya dengan Ina. Inanya yang polos dan lugu kini telah berubah. Ah tidak! Bukan Ina yang berubah tapi sejak awal memang sifat Ina seperti itu. Leo nya saja yang tidak menyadarinya.

"Om kesini karena di paksa papamu. Dia sangat mengkhawatirkan putra nakalnya, apalagi kamu belum pernah kemari. Dia takut kamu hilang haha," canda Bimo sembari tertawa namun Leo masih saja tidak ada perubahan.

"Awalnya om menolak tapi abangmu memohon pada om agar menyusulmu. Om sebenarnya tega-tega saja pada papamu tapi kalau sudah Vino yang bertindak, om nggak bakalan bisa nolak," lanjut Bimo bercerita.

Tes!

Air mata Leo mulai menetes membasahi kedua pipinya. Dengan air mata yang terus mengalir, Leo pun menoleh ke arah Bimo.

"Boleh nggak sih om kalau cowok nangis?" tanya Leo berlinang air mata.

Bimo yang mendengar hal tersebut pun menepikan mobilnya dan berhenti di pinggir jalan.

"Boleh," jawab Bimo sembari tersenyum.

Leo yang mendengar kata Bimo pun mulai menangis sesenggukan. Bahkan Bimo yang melihatnya pun ikut merasakan betapa sakitnya luka Leo.

"Sebenarnya Leo nggak mau nangis om, Leo takut nanti dikatain banci sama abang kalau Leo nangis. Tapi Leo nggak bisa nahan air mata Leo om. Sakit banget rasanya. Kenapa Ina tega ya om sama Leo? Leo tahu Leo pernah sakiti Ina tapi nggak kayak gini cara balas dendamnya kan om? Atau memang sebenarnya Leo pantas mendapatkan ini? Leo bingung om sebenarnya ini semua kesalahan siapa? Apa ini karma buat Leo?" tanya Leo sembari berulang kali menghapus air matanya.

Untuk beberapa menit, Bimo membiarkan Leo meluapkan seluruh emosinya.

Tidak berapa lama, Leo pun tertidur. Melihat Leo tertidur, Bimo pun mengambil kotak P3K yang tersimpan di dasbor mobil untuk mengobati luka Leo. Namun tiba-tiba saja tangan Leo mencegahnya.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang