76

30 8 0
                                    

Tok! Tok!

"Ma Leo pulang," ujar Leo lesu sembari terus mengetok pintu rumahnya.

Tidak lama kemudian, Alden datang membukakan pintu dan mempersilahkan putra bungsunya untuk masuk ke dalam rumah.

"Papa pikir kamu nginep di kafe bareng teman-temanmu," ujar Alden sembari duduk di sofa ruang tamu.

"Nggak jadi," jawab Leo tanpa semangat.

"Hatinya belum sembuh ya?" tanya Alden perhatian.

"Papa nggak nanya abang mana? Abang kok nggak ikut pulang bareng Leo?" ujar Leo mengalihkan pembicaraan karena Leo adalah tipe orang yang ingin menyendiri, membagikan perasaannya ke diri sendiri tanpa ada orang lain yang mencampuri karena jika hal itu dilakukan malah akan membuat pertahanan yang sedari tadi dibuatnya agar tidak menumpahkan kesedihannya runtuh seketika.

"Abang kamu nginep di kafe kan? Papa sudah tahu," jawab Alden.

"Abang berantem sama Daniel papa juga tahu?" tanya Leo.

"Tahu. Mangkanya papa meminta Bimo untuk mengajak Daniel ke suatu tempat," jelas Alden.

"Ke suatu tempat?"

"Iya. Papa pergi dulu, nanti papa ceritakan semuanya," pamit Alden sembari mengacak rambut Leo pelan.

Papanya itu selalu saja memperlakukannya seperti anak kecil. Tapi bukankah itu kesukaan Leo? Leo adalah seorang anak bungsu jadi dia harus di manja. Yah setidaknya itulah pemikiran si bayi Leo.

"Hati-hati pa," ujar Leo.

Alden menganggukkan kepalanya menyetujui. Ia pun segera keluar dari rumah dan menuju tempat yang dimaksud.

Leo menghela nafasnya pelan sebelum ia menyandarkan kepalanya di sofa. Kepalanya terasa pening dan entah kenapa rasa sakit itu kembali menghinggapi hatinya. Sial! Kenapa rasa sakit itu tidak pergi?!!

"Loh adek udah pulang?" tanya Rinta yang terkejut begitu mendapati Leo sedang berada di ruang tamu.

"Iya ma," jawab Leo.

"Papa udah berangkat ya?" tanya Rinta yang diangguki oleh Leo.

Rinta menatap putra bungsunya dengan senyumnya. Ia tahu putranya sedang patah hati. Hal itu lumrah dialami oleh remaja seperti Leo.

"Adek mau di masakin apa sama mama? Biar mama masakin sekarang, adek pasti lapar kan?" tawar Rinta mencoba mencairkan suasana.

"Leo kenyang ma. Leo ke depan dulu ya cari angin," pamit Leo.

Rinta hanya menatap putranya itu dengan iba. Sebesar itukah pengaruh Ina di hidup Leo?

Leo pun duduk di kursi yang berada di teras depan. Jam sudah menunjukkan pukul dini hari namun Leo sama sekali tidak berniat pergi ke kamar dan tidur.

Bahkan dinginnya angin malam tidak membuatnya menggigil kedinginan. Tidak lama kemudian, Leo sedikit terkejut begitu melihat motor Vino memasuki pelataran rumah.

Leo pun segera berdiri dan menyambut kedatangan Vino.

"Papa mana?" tanya Vino begitu ia melepas helmnya.

"Papa keluar. Kenapa bang?" tanya Leo yang bingung dengan kedatangan Vino yang langsung menanyakan keberadaan papanya.

Vino pun turun dari motornya dan memilih duduk di kursi teras yang sebelumnya di duduki oleh Leo, dengan Leo yang mengikutinya dari belakang.

"Papa telepon gue nyuruh pulang. Katanya ada hal yang pengen papa omongin tentang Daniel," jawab Vino sembari mulai menyalakan rokoknya.

"Daniel?" tanya Leo memastikan dan Vino menjawabnya dengan anggukan.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang