43

50 13 34
                                    

Setelah sampai di kantor polisi, Vino langsung menghampiri Leo yang duduk di salah satu bangku di pojok ruangan. Vino menatap Leo yang tampak babak belur dengan luka di mana-mana dengan nanar.

Baru saja akan melangkahkan kakinya menghampiri Leo, salah seorang polisi menegurnya.

"Maaf, apa kamu saudara dari Leo?" tanya seorang polisi tersebut.

"Iya, saya Vino pak. Saya saudara kembar Leo," ucap Vino memperkenalkan diri.

"Adikmu memukuli salah seorang remaja seusianya di klub malam. Saat ini korban masih dalam perawatan rumah sakit dan belum diketahui pasti bagaimana keadaannya, oleh karena itu-" ucapan polisi tersebut terhenti saat salah seorang polisi lainnya membisikkan sesuatu pada polisi tersebut.

"Leo bisa dibebaskan sekarang, tapi sebaiknya Leo harus lebih berhati-hati," saran polisi tersebut ambigu.

"Apa maksud anda?" tanya Vino.

"Tidak. Aku hanya ingin memberitahumu ini," ucap polisi tersebut sembari menyerahkan sebuah foto korban dengan jaket yang di penuhi darah. Meskipun begitu, gambar di jaket belakang foto tersebut masih terlihat sangat jelas.

"Bukankah dia anggota Armament?" bisik polisi tersebut yang langsung diangguki oleh Vino.

"Sebaiknya kalian harus berhati-hati, karena aku yakin Armament akan mencari kalian dan membalaskan dendamnya," nasihat polisi tersebut.

"Iya pak, saya mengerti terima kasih banyak," ujar Vino meskipun dalam hatinya dia bertanya-tanya kenapa Leo dengan mudah dapat dibebaskan.

Vino menghampiri Leo yang sedang tertidur dan memperhatukannya sejenak. Kancing baju terlepas, sudut bibir terluka ditambah bau alkohol yang sangat menyengat sudah bercampur menjadi satu di dalam diri Leo.

"Yo," panggil Vino lembut sembari menggoncang-goncangkan tubuh Leo untuk membangunkannya. Leo pun membuka matanya dan segera bangun dari tidurnya.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Leo pun segera berjalan keluar meninggalkan Vino. Namun baru beberapa langkah, badan Leo pun terasa lemas dan kepalanya berputar-butar hingga ia hampir terjatuh jika Vino tidak segera memeganginya.

Vino berniat hendak memapah Leo keluar dari kantor polisi tetapi tangan Vino langsung ditepis kasar oleh Leo.

"Gue pulang sendiri," kata Leo mencoba melepaskan rangkulan tangan Vino di pundaknya.

"Nggak bisa Yo. Lo lagi mabuk gimana bisa bawa motor?" tolak Vino.

"Ya ya ya terserah lo deh. Asal lo tau ya bang, lo itu emang suka ngatur, suka seenaknya, egois dan sayangnya lo itu saudara kembar gue sekaligus abang gue hahaha," oceh Leo melantur karena mabuk, sedangkan Vino sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan Leo.

Segera saja Vino langsung memesan taksi. Tidak lama kemudian, taksi yang dipesan Vino sampai tujuan. Vino pun segera memaksa Leo masuk ke dalam taksi meskipun Leo tetap kekeuh pulang sendiri. Setelah masuk ke dalam taksi, Vino melihat Leo yang ingin muntah pun langsung meminta kantong kresek kepada sopir taksi tersebut.

Tidak lama kemudian, Leo pingsan. Vino menghela nafas lelah, Vino tidak mengerti kenapa adiknya bisa sampai seperti ini.

Kali ini Vino bener bener tidak mengerti dengan jalan pikiran Leo. Vino juga harus mulai lebih melindungi dan mengawasi Leo mengingat geng Armament pasti akan balas dendam pada Leo. Tidak biasanya Leo bersikap seperti ini. Ini baru untuk Vino.

Vino merogoh ponselnya untuk menghubungi Daniel agar mengambil motornya dan motor Leo yang berada di kantor polisi. Setelah mengirim pesan pada Daniel, Vino memandangi Leo yang tidur di pangkuannya. Dipandanginya wajah saudara kembarnya tersebut. Sakit. Satu kata yang dapat mewakili perasaan Vino saat ini begitu melihat adik satu-satunya seperti ini.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang