73

24 5 0
                                    

Vino menatap indahnya pemandangan kota Jakarta dari lantai dua kafe. Dia duduk di sebuah kursi kayu dengan dikelilingi tanaman-tanaman hias yang sengaja ditanam di sana untuk memperindah kafe tersebut.

Vino menikmati dinginnya hembusan angin yang perlahan mulai menerbangkan anak rambutnya. Dia sendirian di sini. Dia baru saja mengantarkan Liora pulang mengingat ini sudah tengah malam begitu pula Luisa yang sudah diantar oleh Lucas. Para cowok sepakat untuk tetap menghabiskan malam mereka di kafe.

Semua anak-anak di bawah yang tentu saja sedang asyik bermain kartu dengan taruhan yang kalah akan melakukan permintaan dari pemenang dan jangan tanya seperti apa kegilaan mereka seperti Leo dan June yang memberikan perintah aneh-aneh seperti berlari keluar kafe dengan hanya menggunakan celana boxer dan bertelanjang dada dan tentu saja Daniel dan Dean dalam pengecualian. Daniel dan Dean lebih memilih bermain game di ponselnya daripada harus ikut permainan gila mereka. Karena sudah tidak ingin ikut terlibat dengan game konyol mereka, Vino dan Lucas memilih berhenti. Lucas memilih ikut Daniel dan Dean bermain game, setidaknya itu game yang lebih waras daripada yang mereka mainkan. Sedangkan Vino memilih ke lantai dua untuk menikmati suasana malam kota Jakarta.

Vino mendesah lega begitu melihat seperti biasa lagi, yah meskipun Vino tau itu hanya bertahan sementara. Lihat saja nanti ketika Leo di kamar sendiri. Leo pasti akan menangis lagi.

Vino mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Tanpa melihat, Vino tau jika itu Abe mengingat sudah hafal betul aroma parfum Abe yang sama seperti miliknya.

Vino menolehkan pandangannya ke arah Abe yang kini duduk di sampingnya.

"Apa lo lihat-lihat?!" tegur Abe.

Vino memilih menjawab teguran Abe dengan memutar bola matanya dan kembali memfokuskan pandangannya ke depan ke arah pemandangan jalan raya yang lebih lenggang di malam hari.

"Bunga gimana?" tanya Abe pada Vino.

"Bukannya lo yang lebih tau," jawab Vino tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lo adiknya. Sudah pasti lo yang lebih tau bukan gue," elak Abe.

"Lo ke sini cuma buat nanya tentang kak Bunga?" tanya Vino.

"Iyalah. Apalagi?"

"Kasih selamat kek ke gue. Gue mau tunangan sama Liora, yah meskipun gue harus nunggu Leo baikan dulu," ujar Vino.

"Selamat buat lo tapi sekarat buat gue. Gue nggak mau punya adik ipar kayak lo!"

"Gue juga nggak mau punya kakak ipar kayak lo. Mangkanya lo jauh-jauh deh dari kak Bunga," balas Vino.

"Udah deh stop mending kita jangan ngomongin Bunga maupun Liora. Mending ngomongin kita aja," ucap Abe.

"Kita? Idih ogah ya. Enak aja lo kira gue mau homo sama lo?!!" kata Vino yang membuat Abe langsung menatap Vino kesal.

"Lo bodoh!" kesal Abe.

"Oke lo mau ngomongin apa?" tanya Vino pada akhirnya sambil terkekeh.

"Waktu muka lo babak belur yang lo bilang jatuh itu......itu gara-gara lo berantem sama Leo kan?" tanya Abe hati-hati.

"Yang di mana?" tanya Vino sembari mengingat-ingat.

"Di rumah sakit tepatnya di ruangan Liora," tutur Abe.

"Oh yang lo masuk sambil pakai topi sama masker dan bau rokok?" tanya Vino.

"He'em. Sebenarnya waktu itu gue habis ngikutin seseorang," tutur Abe.

"Siapa?"

"Renal sama Dery salah satu anak Armament. Renal menyuruh Dery untuk ngomong ke Leo kalau lo membunuh Liora mangkanya Leo marah sampai mukul lo," jelas Abe.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang