67

36 8 23
                                    

Beberapa minggu kemudian.

Hari ini hari yang di tunggu-tunggu oleh seluruh kelas XII termasuk Leo dan Ina serta anak-anak yang lain. Hari ini hari kelulusan mereka setelah mereka menjalani serangkaian tryout sampai ujian nasional.

Bahkan Leo yang biasanya malas belajar dan memilih bermain game atau pergi mengunjungi pasar malam yang memang selalu digelar sebulan sekali di komplek sebelah pun kini setiap hari rela menghabiskan waktu luangnya untuk bimbingan belajar di kamar abangnya dengan Vino sebagai tutornya. Tidak jarang juga Vino selalu mengomeli Leo jika Leo selalu mengajaknya beragumen jawaban yang memang sudah ada teori dan jawabannya sudah jelas, tapi Leo selalu menjawabnya sesuai dengan isi otaknya yang selalu bertentangan dengan teori dari pelajaran tersebut. Bahkan tak jarang juga Vino meminta papanya agar mencarikan Leo guru privat saja daripada harus dia yang menjadi guru buat Leo. Jujur saja Vino tidak mau mati muda karena Leo.

Dengan was-was dan cemas mereka menunggu hasil pengumuman kelulusan mereka. Bahkan Leo yang biasanya tidak perduli dengan nilainya hari ini tampak cemas mondar-mandir sambil komat-kamit tidak jelas.

"Ngapain sih dari tadi mondar-mandir mulu?" tegur Digo.

"Gue gugup banget pir. Gue takut nggak lulus," jawab Leo jujur.

"Tumben lo perduli? Biasanya lo kan cuek mau nilai paling akhir atau nggak lulus juga bodo amat kan lo-nya?" timpal Vernon.

"Gue bisa berubah kali. Setidaknya kalau nilai gue jelek paling tidak jangan sampai di bawah Ina. Malu gue," kata Leo.

"Eh anjirr gue kira lo takut nggak lulus gara-gara nggak pengen mengecewakan orangtua lo atau paling nggak lo nggak mau ngulang lagi atau lo takut digantung abang lo gara-gara lo diajarin mati-matian sama dia tapi hasilnya mengenaskan, tapi ternyata malah gara-gara lo malu sama Ina," ucap Digo.

"Namanya juga cinta," ucap Leo dengan sombong.

"Bullshit!! Lo kan cintanya sama Liora bukan sama Ina!" sanggah Vernon.

Belum sempat Leo menjawab, muncul seseorang yang baru saja disebut namanya diikuti seorang cowok yang tidak asing bahkan dia melihatnya setiap hari kini berjalan di samping seseorang tersebut dengan sikap dinginnya.

"Ngapain lo bawa-bawa pacar gue?" tanya Vino.

"Tuh mampus pacarnya Liora marah-marah. Lagian alasan gue bukan cuma Ina aja kok yah meskipun itu 90%nya. Alasan gue yang 10% itu gara-gara gue nggak mau di mutilasi sama guru privat gue yang galaknya naudzubillah gara-gara gue nggak lulus nanti," ejek Leo pada Vernon lalu menatap abangnya dengan watadosnya disertai cengiran menyebalkannya sedangkan Vino hanya memutar bola matanya.

"Eh lo Vin, kapan lo datang? Eh kok lo bisa masuk ke sini bukannya lo sudah dikeluarkan dari sini?" tanya Vernon sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kata satpam di depan kalau ke sini buat mukulin orang nggak papa katanya. Dan kayaknya lo cocok deh jadi obyek pukulan gue," jawab Vino santai.

"Jangan gitu dong. Jahat amat lo sama gue. Lo nggak kasian ntar membernya Seventeen jadi kurang satu gara-gara lo pukulin?" bela Vernon.

"Lo jadi membernya Seventeen?!!! Mimpi lo!!! Jadi membernya Cerybelle aja lo nggak keterima sok-sokan jadi member artis Korea wkwkwk," ejek Leo.

"Sialan! Lo belum pernah gue peluk kan?! Sini lo gue peluk sampai nggak bisa nafas sekalian!" kesal Vernon sambil memeluk Leo dan menjitak kepala Leo berkali-kali.

"Gue ada pengumuman!!" teriak Daniel sang ketua kelas.

Teriakan Daniel membuat seluruh isi kelas langsung diam dan terfokus padanya.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang