46

57 10 39
                                    

Vino menatap cemas ke arah ruang IGD. Vino benar-benar marah sekarang. Dia tidak menyangka jika Armament akan bertindak sejauh ini.

Vino berulang kali memukul tembok rumah sakit untuk melampiaskan emosinya.

'Gue harus berbuat sesuatu!!!' ucap Vino dalam hati dan dipenuhi oleh emosi.

"No lo harus tenang," tegur Daniel sambil mengajak Vino untuk duduk di tempatnya semula.

"Bagaimana gue bisa tenang Niel, adik gue, adik gue sedang sekarat sekarang gara-gara Armament. Gue nggak akan biarin ini terjadi, gue harus bikin perhitungan sama mereka!" ucap Vino mencoba menahan amarahnya yang sudah hampir meledak itu.

"Apa yang akan lo lakuin?! Anak-anak belum sembuh, kita kalah jumlah No!" ucap Daniel penuh penekanan.

Vino hendak membalas ucapan Daniel tapi dokter yang menangani Leo sudah keluar dari IGD membuat Vino langsung menuju dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan Leo om?" tanya Vino tidak sabaran.

Om Fery menghela nafas panjang sebelum tersenyum masam ke arah Vino.

"Om turut prihatin dengan apa yang kamu alami sekarang. Orang-orang di sekitarmu terluka hampir di hari yang sama. Maaf, tapi Leo sedang kritis. Luka di kepalanya lumayan parah sehingga menyebabkan pendarahan di sana. Saat ini Leo akan segera di operasi. Semoga saja operasinya berhasil. Kamu berdoa saja agar Leo selamat," jelas dokter Fery.

Vino mengangguk pasrah dan langsung mengikuti Leo yang dibawa ke ruang operasi dari belakang.

Vino dan Daniel menunggu di ruang tunggu depan ruang operasi. Daniel menepuk pundak Vino pelan, mencoba untuk memberi Vino kekuatan. Vino menunduk dalam. Tak terasa buliran air mata mengalir deras di pipinya. Isak tangis yang sedari tadi mati-matian ditahannya kini keluar sudah. Vino menangis sesenggukan.

Vino merasakan seseorang memeluknya hangat dari arah samping. Vino semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam ceruk leher seseorang tersebut untuk menyembunyikan rasa sakitnya.

Orang tersebut adalah Liora. Vino tidak tau jika diam-diam Daniel menghubungi Liora dan kini Daniel beranjak pergi begitu melihat Liora sudah datang untuk menenangkan Vino.

"Lo tenang aja, Leo akan baik-baik saja," bisik Liora lembut sambil mengusap rambut Vino yang berantakan.

Vino tidak menjawab, namun kini suara tangisannya sudah tidak terdengar lagi. Vino masih enggan melepaskan pelukan Liora bahkan semakin mempererat dekapannya pada Liora.

Liora tau jika sekarang kekasihnya itu sedang rapuh dan terluka. Vino terpuruk sekarang dan emosinya sangat tidak stabil karena bayangkan saja, masalah datang secara beruntun menimpa Vino kurang dari empat puluh delapan jam.

"Kamu nggak akan terluka kayak mereka dan ninggalin aku kan?" tanya Vino seraya mendongakkan kepalanya menatap Liora.

Liora tersenyum menenangkan dan ibu jarinya menghapus air mata Vino yang masih setia mengalir di pipinya.

"Nggak akan. Aku akan baik-baik saja dan nggak akan ninggalin kamu. Aku janji," ucap Liora meyakinkan Vino. Vino tersenyum sekilas dan kembali memeluk Liora. Vino menenggelamkan kepalanya pada leher Liora. Tak berapa lama hanya terdengar suara dengkuran halus dari Vino. Liora merasa iba pada kekasihnya itu.

'Vino pasti kelelahan, begitu banyak cobaan untuknya hari ini,' batin Liora.

"Katakan padaku jika ini hanya mimpi buruk yang panjang," lirih Vino dengan mata yang terpejam.

***

Ina duduk termangu di depan teras rumah. Sedari tadi Daniel sudah mengantarnya pulang Ina masih saja duduk setia di kursi terasnya tanpa berniat masuk ke dalam rumah.

Adios (Goodbye Sweet Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang