Leo terus mempercepat laju langkahnya. Tujuannya saat ini adalah tempat sepi dimana ia bisa menangis sepuasnya tanpa ada seseorang yang mengetahuinya.
Di sinilah dia berada, di taman yang berada di belakang rumah sakit. Karena sudah tengah malam, taman rumah sakit ini terlihat sepi bahkan tidak ada satupun orang yang berada di taman tersebut kecuali Leo.
Leo duduk di sebuah bangku panjang dengan berderai air mata. Abangnya tidak mungkin meninggalkannya bukan? Leo belum siap untuk kehilangan. Satu-satunya orang yang selalu bertahan di sampingnya dan menjaganya adalah Vino. Leo tidak mau kehilangan malaikat pelindungnya!
"Yo," panggil Digo.
Digo pun duduk di samping Leo dan mulai mengelus punggung Leo untuk menenangkan Leo.
"Gue tau kok apa yang lo rasain sekarang. Tapi gue yakin, Vino nggak bakalan pergi secepat ini. Dia nggak bakalan nyusul Daniel secepat ini," tutur Digo menenangkan Leo.
"Gue pengen banget percaya dengan kata-kata itu. Tapi coba deh lo liat ending hubungan gue dengan Ina. Gue selalu berfikir Ina nggak bakalan ninggalin gue tapi sekarang apa kenyataannya? Ina pergi ninggalin gue!! Dan kata-kata abang gue nggak bakalan ninggalin gue, sekarang gue mulai ragu dengan kata-kata itu," tutur Leo sesenggukan. "Orang yang gue percaya selalu di sisi gue pada akhirnya mereka akan pergi ninggalin gue entah itu cepat atau lambat," lanjut Leo sembari menghapus air matanya.
"Bahkan sekarang gue nggak tau kenapa gue sesedih ini. Gue sedih karena kehilangan abang gue dan Daniel atau gue sedih karena nggak ada Ina yang nguatin gue?" tanya Leo.
"Gue udah cukup kehilangan Riski dan Daniel, gue nggak mau kehilangan abang gue pir," lanjut Leo sembari memeluk Digo dan menangis tersedu-sedu.
Digo hanya diam sembari terus mengusap-usap punggung Leo untuk menenangkannya. Leo benar, saat ini bukan kata-kata yang diperlukan Leo untuk menguatkannya. Leo hanya butuh tempat bersandar yang setiap saat siap memeluknya saat ia sedang hancur-hancurnya.
Digo memberi waktu untuk Leo agar sahabatnya itu berangsur tenang. Leo perlu menumpahkan semua rasa sakitnya yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata tersebut saat ini juga. Leo yang biasa ceria dengan segala keabsurdannya kini tengah menjadi sosok yang rapuh.
Drt... drt....
Digo merogoh ponselnya dan tertera nama Vernon di sana. Tanpa pikir panjang, Digo pun segera menjawab panggilan tersebut.
"Yo kita harus masuk ke dalam sekarang juga!" ujar Digo.
*****
"Abang gimana pa?" tanya Leo begitu melihat papanya keluar dari ruang IGD.
"Abang selamat," ucap Alden yang membuat Leo langsung memeluk Alden erat dan menangis tersedu-sedu di pelukan papanya.
"Leo takut tau pa kalau Leo bakalan kehilangan abang hiks... Leo takut kalau Leo udah nggak punya saudara kembar lagi. Leo takut kalau abang sendirian di sana tanpa Leo yang menemani, kan papa tau sendiri kalau abang waktu di rahim mama minta ditemani Leo, Leo nggak mau abang ketakutan. Lagian kan abang belum nikah pa, masa abang nggak mau menikmati indahnya punya istri," ucap Leo yang malah membuat Alden menyunggingkan senyumnya. Putranya yang satu ini memang paling bisa menghiburnya di saat-saat seperti ini.
Rinta menghampiri Alden dan tersenyum haru.
"Lepasin Yo, Mamamu butuh pelukan," canda Alden.
Leo sontak melepaskan pelukannya dan mempersilahkan mamanya untuk memeluk papanya.
"Terima kasih pa. Terima kasih sudah membawa Vino kembali," ucap Rinta menangis.
"Vino kembali bukan karena papa ma. Tapi karena Liora, Liora yang sudah menyelamatkan Vino," koreksi Alden.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adios (Goodbye Sweet Heart)
RandomSERI KEDUA DARI BE WITH YOU (Tahap Revisi, akan di publish secara berkala) Ini tentang seorang gadis bernama Ina yang sangat menyukai teman sekolahnya yang bernama Leo. Sudah sejak lama Ina tidak berani mendekati Leo apalagi mengungkapkan perasaanny...