🌾🌾🌾🌾
Padahal, aku hanya mendengarkan kata Malik. Dia bilang untuk aku dandan cantik pagi ini, kan? Ya, aku ada rencana kencan pagi hari ini bersama Malik setelah selesai sarapan. Malik tampak santai akhir-akhir ini, atau dia sengaja meluangkan waktunya hanya untuk memenuhi janjinya itu?
Well, sebenarnya aku sedikit kecewa, sebab dalam perjalanan menuju tempat kencan, Malik membiarkan aku pergi sendiri. Ada panggilan dari Septian, katanya ada meeting mendadak, rapat penting yang tidak boleh Malik tinggalkan.
Kembali menghela napas panjang, sudah satu jam menunggu Malik, namun dia tidak kunjung datang. Biasanya, dia akan heboh kalau-kalau membuatku menunggu di setiap pertemuan kami.
Namun, hari ini dia acuh sekali. Sama sekali tidak mengabariku, padahal katanya meeting pentingnya itu hanya sebentar. Padahal, aku sudah dandan aku begini.
Well, anggun menurutku seperti ini. Hari ini, aku tidak mengukat rambutku. Membiarkan wajahku sedikit tersapu make up tipis, dengan chiffon dress silk, yang membalut tubuhku sampai selutut. Ya, ini hadiah pemberian dari Aca.
Sebenarnya aku tidak terlalu suka pakain dengam kerah brukat seperti ini, apalagi warna dress yang kupakai kali ini berwarna peach, kalau bapak masih ada mungkin dia akan menertawakanku yang senang memakai baju berwarna gelap.
Kemudian, aku memakai flat shoes putih hadiah dari bapak. Katanya, sepatu yang bagus akan membawaku ke tempat yang bagus juga.
Atensiku teralih, ketika seseorang menyentuh pundakku. Aku kira Malik, ternyata pelayan yang tadi mengantarku ke meja ini. Meja dengan view kehijauan ini membuat perasaanku sedikit lega, setidaknya meski Malik datang terlambat aku tidak akan terlalu marah nantinya.
Hendak aku tanya ada apa, dia malah memberiku secarik kertas. Tanpa bersuara, senyum manisnya menyuruhku untuk segera membuka gulungan kertas kecil yang dia beri untukku.
"Dari siapa?" tanyaku, namun lagi-lagi pelayan tadi hanya tersenyum kecil.
Dahiku mengerut, tepat setelah aku buka kertas kecil tadi, alunan gitar memenuhi tempat ini.
Do you remember? When we were young you were always with your friends.
Kemudian, setelah intro musik dimainkan, suara yang cukup familiar datang menyanyikan sebuah lagu. Liriknya, sama persis dengan apa yang tertulis di atas kertas yang baru saja aku baca.
Lagi, seseorang memberiku secarik kertas dan isinya sama dengan apa yang dinyanyikan seseorang di atas panggung sana. Ah ini menyebalkan. Minusku bertambah, dan aku lupa mengganti kontak lensaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia (Tamat)
Non-FictionIni kisah tentang Alice Keinnara. Si pemimpi paling egois yang selalu ingin menang atas segalanya. Namun, setelah dewasa, dia menemui dirinya yang kalah oleh keadaan, dan patah oleh kenyataan. Dewasa adalah gerbang neraka bagi Alice, tempat manusia...