35 • Prasangka

110 42 0
                                    

Bangun pagi adalah musuh terbesarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bangun pagi adalah musuh terbesarku. Meski begitu, jam tidurku sedikit membaik. Well, setelah berbicara dengan bapak, kondisiku kembali membaik.

Aku masuk ke kantor dalam keadaan lesu, dan hebatnya, setiap aku datang ada segelas latte double syrup di atas mejaku. Di samping frame foto berisi gambar aku dan bapak.

Aku betulan suudzon ini kerjaan si Malik. Sebab kertas yang tertempel di sana selalu sama. 'Jangan ngantuk, akuntan harus selalu fokus.' Bagaimana aku bisa fokus kalau Malik menggangguku setiap waktu. Hampir satu bulan terakhir, aku selalu menerimanya. Bahkan setelah dua minggu aku menjauhi Malik, kopi dan kudapan manis ini selalu ada di atas mejaku.

Kenapa aku menjauhi Malik? Benar, aku punya harga diri yang tinggi meski pekerjaanku hanya akuntan pengganti. Begini, aku tidak marah pada Malik yang sudah membelaku di depan gadis cantik itu. Aku kesal, kesal sekali, harga diriku rasanya diinjak injak saat itu.

Sebenarnya aku sudah gemetaran, namun, kejadian di masa lalu membuatku belajar. Semakin aku diam, semakin aku ditindas.

Mataku terlihat sembab setelah semalaman aku menangis di temani Bapak.

"Alice, data yang kemarin salah kamu input, sudah kamu betulkan?" Aku mengangguk kecil menanggapi ucapan Septian.

Semenjak bertemu Aca, pekerjaanku menjadi sedikit berantakan. Bukan sedikit lagi, tapi banyak.

"Bukti pembayaran transaksi dari pihak distribusi bahan mentah juga sudah aku temukan, menyatu dengan berkas yang harus ditanda tangani Malik," ucapku mengingat Malik yang terlihat senang aku ajak bicara waktu itu.

Waktu aku mendiaminya selama dua Minggu, aku pernah menghampiri ruangan Malik. Dia memberiku berkas yang aku kira hilang, sambil tersenyum dia juga berkata jangan jauhi saya lagi.

Oke, dari mulai situ aku tidak menjauhi laki-laki itu lagi.

"Dan kesalahan matematis untuk jumlah nominalnya, juga sudah saya betulkan," ucapku mengingat banyak sekali kesalahanku tempo hari.

"Fatal bukan, hanya karena tidak memasukkan satu nol dalam input HPP? Harga pokok penjualannya menjadi sangat murah, hanya karena satu nol tertinggal," ucap Septian tidak membuatku sakit hati sama sekali.

Memang benar itu kesalahanku. Wah, untung saja Manajerku ini baiknya minta ampun.

"Maaf, saya—"

"Nggak fokus, abis ketemu Aca?" Aku sama sekali tidak terkejut, wajar kalau Septian tahu.

Dia teman baiknya Malik.

"Atau nggak fokus karena sikap Malik?" Aku mengerjap beberapa kali mencerna maksud Septian.

Aku kira dia akan menceramahi soal kesalahanku, tapi kenapa dia malah mempertanyakan hal seperti ini?

"Soal Aca no coment dia emang begitu, cantik rupa, buruk hatinya. Soal Malik, gue cuma bisa ngasih tahu ini. Kalau dia udah suka sama orang, begitu Al," ucap Septian berhasil membuat aku mengalihkan pandangan dari segelas Latte panas.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang