Di kediamanku, aku melihat bagaimana Bapak menalikan celemek di tubuh Malik. Dia mau membantuku memasak katanya. Ibu sudah pergi ke toko setelah mengantar bapak. Dan di sudut kanan dekat belokan menuju dapur, aku lihat Rora dan Sara mencuri pandang pada Malik.Cih, kalau diingat lagi, mereka paling sering mengejek aku jomblo dimakan usia. Lihat saja, sekalinya aku membawa lelaki, mobil mewah terparkir di luar sana. Wajah Malik juga bukan kaleng-kaleng, tampannya luar biasa.
Ya Tuhan, kenapa aku bangga untuk hal yang tidak perlu begini, sih? Kami resmi menjalin hubungan saja belum.
"Be my teacher, Alice?" Aku tersenyum, kemudian mengangguk sebagai tanda persetujuan.
Aku kira, Malik akan mengacaukan segalanya. Tapi siapa yang akan menyangka, kalau hasil kolaborasi pie susu kami menjadi makanan terenak yang pernah aku buat?
"Saya ingin hadiah yang sama," ucap Malik begitu melihat potongan terakhir pienya di habiskan Rora.
Kami tengah berkumpul di ruang keluarga, bapak masuk ke kamar setelah memakan dua potong pie dan menelan beberapa butir obat.
Jadi, di sini hanya tersisa aku, Malik, dan Rora. Sara pergi keluar, setelah mencuri hampir setengah loyang pie yang aku buat. Sialan, kemarin malam aku merasa bersalah padanya, dan hari ini dia membuatku kesal lagi. Masalahnya, dia hanya menyisakan beberapa potong untuk aku dan Malik. Bikin malu saja.
"Hadiah? Hadiah apa?" tanyaku bingung.
"Satu Minggu lagi, kamu melupakan undanganku?"
Memang ada hal semacam itu, ya? Setelah lama aku berpikir, akhirnya aku menemukan satu jawaban tentang undangan yang Malik maksud. Ulang tahun Malik sebentar lagi, aku sampai melupakannya. Malik bilang, hari itu adalah hari di mana bundanya ingin menemui ku, kan? Mister Xian juga, katanya ingin bicara denganku. Ya Tuhan!
"Sesederhana itu? Hanya kue?" Malik mengangguk dengan yakin.
Dia tersenyum seraya mengambil tanganku dalam genggamannya. Entahlah, aku biarkan saja. Aku juga suka melihatnya. Melihat bagaimana tangan besar Malik menenggelamkan lenganku.
"Iya, hanya itu. Janji, kamu harus datang, bila perlu, saya akan menjemput kamu."
"Nggak ada konsepnya tuan rumah menjemput tamu, Kak Malik."
"Loh, kamu bukan tamu. Kamu calon tuan rumahku juga Alice."
Stop, suruh si Malik ini berhenti berkata-kata manis seperti tadi. Aku tidak sanggup lagi.
"Jangan takut saya tidak datang, meski saya insecure parah didekati anak CEO—pokoknya, tunggu sampai hari itu tiba. Alice akan datang dengan hadiah yang Kak Malik mau."
Mendengar kalimatku dengan senyum mengembang di wajahnya, Malik mengangkat satu jari kelingkingnya. Aku juga melakukan hal yang sama, tangan kami terikat. Janji sudah dibuat dan aku juga sudah menyiapkan hadiah kecil untuk Malik simpan nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia (Tamat)
Non-FictionIni kisah tentang Alice Keinnara. Si pemimpi paling egois yang selalu ingin menang atas segalanya. Namun, setelah dewasa, dia menemui dirinya yang kalah oleh keadaan, dan patah oleh kenyataan. Dewasa adalah gerbang neraka bagi Alice, tempat manusia...