10 • Our Fate

125 47 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌾🌾🌾🌾

Kesadaran yang sedari awal mengambang di atas awan, atas keterkejutanku mendapat panggilan dari Alice, kini resmi kembali ke tempatnya.

"Berkabar dengan siapa, hm? Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi! Apa dia gadis dari kafe yang sering memakai pakaian murahan itu? Kamu berkabar dengan dia? Sadar Malik, dia tidak setara dengan kamu. Bahkan dia tidak pantas untuk aku ajak bicara, apalagi berani merebutmu dariku?"

Aku tau, wajahku bukanlah wajah asli bumi Indonesia. Tapi, aku lahir dan besar di sini. Jadi, apa salahnya kalau aku mencintai gadis pribumi? Seperti Papahku, jadi, aku harap Papah akan mengerti kalaupun nanti aku memutuskan hubungan dengan Aca.

Aku tidak mencintainya. Alasan itu cukup untukku tidak meneruskan hubungan ini.

"Siapa kamu berhak berkata begitu tentangnya? Jangan terlalu percaya diri, dia tidak merebutku dari siapa pun. Karena kamu bukan siapa-siapaku. Kamu tau, kan, apa yang paling aku benci? Kesombongan yang tidak ada artinya itu, tidak akan berguna kalau kamu sudah mati. Jadi, simpan kata-kata kasarmu untuk Alice, sekarang kamu mau pergi atau tidak?"

Pun sekeras apa pun gadis itu berusaha, sikap tidak peduliku ada gunanya juga.

"Jauhi gadis itu, Malik!" pintanya yang kesusahan menyamakan langkahnya denganku. "Orang tuamu tidak akan menyukainya."

"Aku lahir dan besar di sini juga, kalau kamu lupa Ibuku seorang pribumi. Jadi, apa salahnya kalau aku tetap ingin dekat dengannya? Kelas sosial? Itu tidak ada apa-apanya! Aku menyukainya, apa itu kurang jelas untukmu?"

"Malik!"

"Ya? Ah benar, sebelum kamu ingin menyampaikan sesuatu padaku, dengarkan dulu apa yang ingin aku katakan padamu," ucapku membuat langkah kami lekas terhenti, pandangan kami bertemu.

Dalam sorot matanya, aku melihat kemarahan di sana.

"Ca, berhenti bersikap seolah kamu tunanganku. Kamu tau? Betapa menggelikannya saat Septian bilang, kita akan menikah tahun depan. Dan kamu tau? Aku membiarkan kamu mengatakan hal aneh, karena aku mengasihanimu. Jadi, jangan bersikap berlebihan. Saat bangkai yang kamu tutupi tercium baunya, mereka semua akan tahu! Betapa bau busuknya itu," jelasku membuat senyum sinis meruai di bibir kecil gadis anggun ini.

"Malik ...."

"Dan jangan menyuruhku menjauhi apa yang aku sukai, apa pun yang yang menjadi sumber bahagiaku. Karena kamu, tidak punya hak sama sekali."

Setelah menyampaikan apa yang ingin aku katakan, aku kembali melangkahkan kaki, tidak memperdulikan Aca yang mungkin sudah dendam setengah mati.

"Jangan bercanda, Malik! Gadis itu tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku!"

"Aku tau! Aku tau, Aca! Aku amat sangat mengetahuinya!" seruku kembali menghentikan langkah-- tidak, kali ini aku berjalan menghampiri gadis itu.

Agar dia paham, agar dia tau apa yang sebenarnya ingin aku sampaikan.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang