13 • Katanya Aku Tidak Berguna?

141 50 0
                                    

🌾🌾🌾🌾🌾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌾🌾🌾🌾🌾

Seharian ini, aku hanya mengamati ponselku yang terus menerima notif dari beberapa aplikasi yang aku pakai.

Salah satunya pesan dari nomor baru, dia mengaku kalau dia adalah
gadis yang aku tolong satu minggu yang lalu. Namanya Aruni.

Jadi, malam saat aku membeli yogurt dengan Sheril, aku melihat seorang gadis yang terlihat gelisah di depan Kafe Pandora yang sudah tutup. Tentu saja, waktu itu sudah cukup malam untuk ukuran seorang gadis berseragam sekolah berkeliaran di luar.

Aku sengaja mengajaknya bicara, sambil bersandar di dinding samping coffee shop Pandora. Aku jadi mengingat Malik ketika gadis ini menelpon seseorang, sebab dia memanggil nama Malik setelah sambungan telepon terhubung.

Sempat aku pikir, kalau Malik yang dia maksud, dan Malik yang aku kenal adalah orang yang berbeda. Tidak mungkin sama. Awalnya aku kira begitu. Namun, kemarin Malik mengonfirmasinya sendiri. Ya, dunia ini memang sempit.

Kemudian, setelah lama menatapi layar ponselku—seolah aku sedang menunggu telepon dari seseorang, kesadaranku kembali mengambang ke permukaan. Dia menelponku, maksudnya, si Aruni.

"Kak Alice!" seru gadis manis itu di seberang sana.

"Wait, kamu tau namaku dari siapa? Nomorku juga? Dari siapa?"

Gadis ini sedikit menggangguku. Meski aku tau kalau orang ini tau namaku, dan nomor ponselku dari siapa. Ini hanya basa basi, mengetes kejujuran orang ini.

"Ah, dari orang yang suka sama Kakak."

Tubuhku lekas membatu mendengar kata ini. "Suka? Aku? Hah? Siapa?" Jangan bercanda, Malik mana mungkin menyukaiku.

"Ya, gitu! Pokoknya ada, deh. Dan tunggu sebentar, jangan suudzon sama Runi, Kak. Aku nggak ada niat jahat, aku cuma mau ngajak Kak Alice makan, sebagai tanda terima kasih karena udah bantu aku kemarin."

Menghela napas panjang, aku memang pengangguran, tapi aku sibuk. Sebab daftar panjang revisian ceritaku yang banyak sekali itu, belum aku jamah sedikit pun. Belum lagi, aku harus membantu Bapak mengurus masalah keuangan di toko ibu. Meski bukan master, aku mengerti masalah accounting dari bapak. Pun aku belajar banyak, dari tempat pelatihan.

"Oke," jawabku mantap. Pun aku tau, gadis itu memang tidak ada niat jahat.

Anehnya, meski banyak hal yang harus aku lakukan, aku tetap merasa gabut, well aku bosan.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang