48 • Tamu Tak Diundang

70 27 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.............................

Alice Keinnara itu benar-benar bahaya. Aku kira, dia akan mencubitku di tempat lain, tapi dia malah berkata sama-sama.

Sekarang, Alice tengah berjalan digandeng bunda dan Aruni. Mereka semua tampak seperti wanita yang keluar dari buku dongeng. Terlihat anggun dan cantik secara bersamaan.

"Malik, tamu specialmu mana?" tanya Allen Xian begitu sampai di tempatku.

"Sepertinya bukan tamu spesial ku saja, Papah lihat di barisan kudapan manis. Bukan hanya aku yang menyukainya, tapi Bunda dan Aruni juga." Allen berdecak pelan menanggapi ucapanku.

"Malik, kamu terlalu terlambat menyicip manisnya cinta."

"Nggak apa-apa, meski Malik lambat di awal, tapi Malik selalu berhasil mendapatkan apa yang Malik mau."

"Kalau itu Papah juga tahu, memang ada keturunan Xian yang tidak ambis? Semuanya, kecuali adikmu." Aku tertawa mendengar penuturan Allen.

"Ck, Papah jangan terlalu keras sama Aruni. Lihat, Papah bahkan nggak tahu kalau gadis itu berencana merebut pacar orang. Bapaknya Aruni bahkan tahu, anak gadisnya Xian itu sedang jatuh cinta."

Allen tersenyum kecil, kemudian meneguk minuman dari gelas kecil yang sedari tadi berada di dalam genggaman tangannya.

"Vila di Puncak cukup untuk hadiah ulang tahunmu, kan? Papah tahu, terlalu kuno menggelar pesta di usia kamu yang tidak lagi muda. Tapi, ada sesuatu yang harus kamu terima di hari ini."

Aku mengalihkan pandanganku untuk menatap Papah, sepertinya dia akan membicarakan hal serius kali ini.

"Tadinya, Papah mau menugaskan kamu untuk mengelola perusahaan Kakek di Beijing. Tapi, melihat bagaimana kamu bahagia hari ini hanya karena seorang gadis, Papah percayakan Xian Techno padamu. Tidak sekarang, tapi persiapkan saja dirimu."

"Papah serius?" Aku tampak terkejut, masalahnya pengalamanku belum sehebat Papah.

"Aku masih perlu belajar," ucapku membuat Allen tertawa.

"Kamu sudah hebat, makanya Papah mempercayakan tanggung jawab ini pada kamu."

Aku tersenyum, membuat Allen juga menggugah senyum hangatnya.

"Sepertinya, Papah bisa sedikit mengerti kenapa kamu memilih Alice. Aca memang hebat, dia gadis yang punya kharisma luar biasa. Tapi, Papah melihat sosok Aruana di balik tubuh kecilnya itu."

Iya, makanya aku bilang kalau aku bisa sedikit mengerti perasaan Allen untuk Aruana itu dulu bagaimana.

"Sana, rebut Alicemu. Aruana dan Aruni bisa saja merebut Alicemu kapan saja," ucap Allen.

Aku mengangguk kecil, hendak merebut Alice. Tapi, belum aku rebut saja, Aruana sudah dipanggil Allen. Begitu juga dengan Aruni, dia bertemu dengan Septian. Wah, mereka sudah seperti adik kakak sesungguhnya. Bahkan, dia lebih baik dari aku, sebagai kakaknya.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang