44 • I Love Your Weakness

80 31 0
                                    

Malam-malam panjang dengan kesedihan tak ada ujungnya itu, kini berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam-malam panjang dengan kesedihan tak ada ujungnya itu, kini berakhir. Malamnya, bukan kesedihanku. Masih ada sampai hari berganti lagi.

Selesai menghubungi Septian, aku bergegas keluar. Sarapam pagi hari sudah aku persiapka untuk kedua adikku. Langkah yang diiringi dengan embun tipis ini, membawaku pergi menuju ke tempat Kusuma berada. Ya, aku izin tidak masuk kerja hari ini.

Rasanya akan sangat melelahkan kalau aku bertemu dengan Malik lagi. Dasarnya aku memang tidak boleh menghindar, dan istirahat untuk bertemu dengan Malik, tubuh jangkungnya malah membayang di kedua iris mataku. Yang benar saja, untuk apa sepagi ini datang kemari?

"Selamat pagi, Alice."

Bukan lagi sedikit terkejut, kehadirannya membawa daya ledak tingkat tinggi untukku. Lebih tepatnya untuk detak yang tak kunjung berdetak normal, tiap kali Malik di sisiku.

"Saya antar, ke rumah sakit." Apa Septian memberitahu atasannya kalau aku tidak masuk hari ini?

Wah, kalau sampai benar begitu aku akan memarahi Septian besoknya.

"Kak Malik nggak kerja?" tanyaku melepas tangan Malik yang mencekal lenganku.

Ya, langkahku mati saat Malik mengehentikan aku yang ingin menghindarinya.

"Lebih tepatnya saya juga meliburkan diri," jawab Malik sukses membuat alisku tertaut.

"Memang bos bisa libur?" Dia tertawa mendengar pertanyaanku yang mungkin terdengar bodoh.

"Saya bukan bos, bos sebenarnya kamu tahu sendiri siapa." Meski begitu dia kan, anak bos.

"Masuk, saya antar."

"Tidak usah, saya bisa--"

"Kamu bilang tidak akan menghindari saya. Dengan kamu melakukan ini, kamu sengaja menjaga jarak dari saya. Bukannya begitu?"

Apa terlihat begitu jelas? Bukan, jadi maksudku kalau Malik memahami bagaimana perasaanku, kenapa dia melakukan ini? Kenapa dia terus mendekatiku bahkan di saat aku meminta waktu untuk sendiri?

"Jangan menolak, saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri untuk tidak menemuinu. Kalau kamu tidak ada, maka saya akan mencarimu. Karena letak ketenangan saya adalah kamu, dengan saya melihat kamu saya merasa semuanya akan baik-baik saja."

Rupanya, bukan hanya aku yang bergantung pada Malik, ternyata dia juga merasakan hal yang sama. Dalam konteks yang sama, kita menemukan kenyamanan yang tidak ada pada orang lain.

"Jadi izinkan saya untuk meyakinkan kamu sekali lagi."

Apa dengan aku memberi kesempatan sekali lagi pada Malik itu artinya aku akan sekali lagi dilukai?

"Kalau begitu, bisa beritahu saya kenapa Bunda kamu menampar Aca? Atau apa yang kamu bicarakan dengan Anna, saat hujan kemarin sore?"

Malik tampak terkejut dengan ucapanku, masa bodoh. Kalau Malik tidak bisa menjawab maka aku tidak punya alasan untuk menerimanya kembali. Jadi, hal-hal akan lebih mudah untukku. Aku hanya perlu melupaka Malik, dan sedikit mengingat kebaikan yang Malik beri. Masalah perasaan, aku akui aku kalah dengan perasaanku, karena aku masih tidak Sudi melepaskan Malik begitu saja.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang