65 • Halo Alice!

60 26 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.......................

Wajahku berantakan, seragam kotor, dadaku masih kesakitan, lalu aku terperosok jauh dari orang-orang di sekitarku. Hari ini lebih parah. Setelah membenarkan sedikit wajah, dan seragamku, aku menghampiri sumber keributan yang katanya sedang mencariku. Beberapa orang menatapku yang berjalan lunglai, memecah keributan di sekitar.

Di sana, aku melihat Mahes dengan kawannya. Menaiki motor keren, yang mampu membuat semua orang menggandrungi kedatangan mereka.

"Alice Keinnara!" seruan Mahes membuat aku menggeleng kepala kecil, sepertinya dia itu tukang cari masalah.

Kepalaku pusing sehabis terbentur kerasnya tembok, meski catnya sudah lama terkelupas. Tidak ada tangis, tidak ada tawa menyambut kedatangannya. Aku hanya menatapnya datar, seolah kehidupanku sudah terenggut saat Salsa berhasil membuatku patah.

Mahes turun dari motornya, dia mendekatiku dan beberapa orang mulai terpekik melihatnya.

"Loh, kenapa muka cantik lo?" Aku terdiam, menepis lengan Mahes yang mencoba menyentuh lukaku.

"Pergi, ini bukan tempat lo," ucapku menusuk Mahes dengan tatapan sinis.

"No no no, lo ada janji sama gue. Pandora, lo lupa?" Padahal aku tidak pernah mengatakan kalau aku mampu memenuhi janji yang dia buat sendiri.

"Gue--"

"Udah jadwal pulang, kan? Ayo naik, kita ke Pandora. Tas lo udah temen gue bawa, Alice Keinnara kelas sembilan G, kan?" Ya Tuhan, aku jadi takut betulan.

"Mana, tas gue."

Malik menegadahkan tangannya, dan salah satu temannya yang berkulit putih memberikan tasku pada si Mahes.

"Ini, ayo pergi. You look so Messy."

Namun, meski aku takut, aku mengikuti langkah Mahes yang hendak menaiki motornya. Semua orang memekik, melihat bagaimana Mahes memakaikam helm padaku, sebelum dia menaiki motornya.

Hari ini langit cukup cerah, aku menaiki motor Mahes dengan pikiran kosong. Salsa telah membuat aku patah, sepatah-patahnya. Aku kembali merasa buruk pada diriku, aku kembali merasa tidak pantas.

"Alice, mau kue keju lagi, nggak?" tanya Mahes berteriak, aku tidak menyahut pandanganku kosong menatap jaket yang dipakai Mahes.

Sampai akhirnya, air mata jatuh dari sana. Aku lihat, teman-temannya sudah tidak mengikuti si Mahes. Aku tidak ingin bicara, aku juga tidak peduli dia mau mengajakku ke mana. Mau mengajak mati juga aku pikir tidak apa-apa.

Belum sampai 15 menit berkendara, motornya berhenti, ia turun, dan aku masih menunduk.

"Tunggu sebentar, ya." Mahes berkata sembari mengangkat naik daguku.

Tatapan kami bertemu, dan aku tenggelam dalam sorot mata tenangnya.

"Jangan nangis, gue nggak akan ninggalin lo," ucap Mahes membuat aku mengangguk sembari terisak tangisku sendiri.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang