Di pantai, langit yang berhembus menjadi cukup dingin. Buku-buku tanganku memutih karenanya. Sampai pada akhirnya menjadi hangat setelah Malik memasukkan tanganku ke dalam saku jasnya.Kamu berjalan di tepian pantai, ombak terlihat menggulung-gulung pasir membawanya ke dalam lautan di selatan sana.
"Wah, seharusnya saya mengajakmu dalam cuaca yang lebih baik, ya?"
Sebenarnya tidak terlalu buruk, aku menyukainya. Angin yang berhembus dingin, dengan Malik yang berjalan di sampingku itu cukup menjadi suasana yang akan aku rindukan nantinya.
"Kak Malik, Alice mau tanya."
Malik menoleh, dia menatapku penasaran. Satu yang aku suka tiap kali Malik penasaran adalah, alis tebalnya ikut terangkat naik, secara otomatis mata sipitnys ikut naik.
"Kenapa Kak Malik baik banget sama Alice?" tanyaku tidak langsung mendapat jawaban pasti darinya.
Cantik, Malik selalu mengatakan kalimat itu untukku. Kalau Malik mengatakan aku cantik sebagai alasannya, fiks, aku akan menilai Malik sama seperti lelaki penasaran yang selalu mengatakan kalimat sama.
"Karena peran saya sebagai manusia,. Katanya sesama manusia harus selalu berbuat baik, kan? Tapi, kamu pengecualian. Kalau kamu menerjemahkan sikap saya sebagai salah satu kebaikan, sepertinya kamu salah. Karena di dalam dada saya yang selalu kamu buat berantakan, sikap baik saya ke kamu itu bukan bentuk amal kebaiakan. Tapi, rasa sayang saya terhadap kamu, kasih yang saya punya terhadap ciptaan Tuhan yang indah ini."
Namun, Malik selalu punya jawaban agar aku tidak menjauhinya. Malik selalu punya cara agar aku selalu berada dekat dengannya. Dia selalu punya jawaban yang siap menjatuhkanku berkali-kali. Tapi bagiku, perasaanku pada Malik lebih dari sekedar cinta.
boleh dikatakan dia adalah teman yang selama ini aku inginkan, dia adalah rumah yang menjadi tujuan untuk aku pulang, dia adalah kekasih di mana pelukannya adalah tempat paling aman dan nyaman. Dan dia Tuhan kirim dalam bentuk laki-laki yang datang untuk jatuh cinta padaku sepenuhnya.
"Kenapa? Karena semua orang jahat padamu, ya?" aku mengangguk kecil sebagai jawaban. "Karena tidak ada yang pernah tulus mencintaimu, ya?"
Semua pertanyaan Malik aku jawab dengan anggukan pelan. Kemudian, dia menghentikan langkahnya. Aku mendongkak untuk sekedar menatap wajah tampan Malik. Kemudian aku dengan senang hati menyembunyikan kepallaku di balik dada bidangnya.
"Setiap manusia pasti punya prasangka-prasangka terhadap manusia lainnya, tapi jangan jadikan itu sebagai kelemahanmu. Tidak semua yang berada di dekatmu akan melukaimu, mereka mungkin ingin memelukmu, tapi tidak bisa kalau kamu terus-terusan memakai topeng baik-baik saja. Mereka bahkan tidak bisa menenangkanmu, kalau kamu terus-terusan menutupi lukamu dengan tawa. Karena membagi luka, tidak berarti sama dengan melukai mereka juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia (Tamat)
Non-FictionIni kisah tentang Alice Keinnara. Si pemimpi paling egois yang selalu ingin menang atas segalanya. Namun, setelah dewasa, dia menemui dirinya yang kalah oleh keadaan, dan patah oleh kenyataan. Dewasa adalah gerbang neraka bagi Alice, tempat manusia...