🌾🌾🌾🌾
Ini sudah pukul tiga, kenapa matahari masih saja tinggi? Aku kepanasan luar dalam, demi Tuhan! Sudah hati kepanasan mendengar ucapan orang tua ditambah cuaca hari ini sangat menyebalkan!
Oke, bukan salah cuaca, ini salah aku yang sudah keluar pukul dua untuk mengunjungi Pandora.
Memesan segelas amerikano large size, sepertinya lebih baik untuk sekarang. Aku butuh sesuatu yang lebih pahit, agar aku bisa meyakinkan diri kalau ada hal yang lebih pahit daripada kenyataan yang terus membuatku sakit setiap harinya.
Tidak lupa, aku juga memesan beberapa potong cheese roll cake kesukaanku. Hari ini aku tidak berniat menghabiskan waktu dengan melihat lalu lalang manusia di balik kaca jendela kafe, aku akan pergi ke taman.
Pun kalau aku di sini, aku takut bertemu dengan Malik.
"Latte ukuran sedang satu," pesan seseorang yang berdiri tepat di belakangku.
Karena hormon tidak peduli yang aku punya ini lebih besar jumlahnya, aku tidak tertarik membalikkan badanku. Bahkan, setelah orang itu berdeham pelan, aku masih tidak peduli.
"Alice." Satu panggilan akhirnya membuatku berbalik, mau tidak mau. Pura-pura tidak dengar pun apa bedanya, jarak kami bahkan sangat dekat.
Aku bilang, aku enggan bertemu si Malik hari ini. Kenapa tidak ada yang mendengar keinginanku hari ini, sih?
"Ya? Eh--eh Kak Mal," jawabku memasang wajah seramah mungkin, tapi mungkin dia sudah tahu kalau aku sedang tidak dalam kondisi yang baik.
"Kak Alice, ini Amerikano plus cakenya, aku tambahin keju, khusus buat Kak Alice." Dengan senyum hangatnya, Mala menyodorkan pesananku.
Aku membalas senyumnya, sebagai tanda terima kasih.
"Kak Malik, Alice duluan."
Aku harus pergi dengan segera. Namun, Malik berhasil menahan pergelangan tanganku.
"Mau ke mana?" tanyanya di ikuti dengan pesanannya yang sudah jadi.
"Ke taman," jawabku berusaha bersikap seramah mungkin.
"Boleh saya ikut?"
Untuk apa pula lelaki ini mengikutiku. Dia memang seluang itu sampai bisa-bisanya bertemu denganku setiap waktu?
"Hari ini saya libur, jadi tidak di kejar waktu istirahat."
Karena tidak punya alasan yang bagus untuk menolak, aku mengangguk pelan. Melangkah keluar, aku melihat mobil hitam terparkir cantik di samping kafe. Pasti punya Malik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia (Tamat)
Non-FictionIni kisah tentang Alice Keinnara. Si pemimpi paling egois yang selalu ingin menang atas segalanya. Namun, setelah dewasa, dia menemui dirinya yang kalah oleh keadaan, dan patah oleh kenyataan. Dewasa adalah gerbang neraka bagi Alice, tempat manusia...