23 • Kafe Pandora dan Kisahku

138 43 0
                                    

🌺🌺🌺🌺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌺🌺🌺🌺


Tanggal merah, aku kesiangan hari ini. Pasar raya membuat kakiku terasa pegal, tapi it's okay, Malik cukup membuat aku kelabakan semalam. Perasaan aku padanya semakin jelas, seiring dengan debaran yang makin berantakan setiap kali Malik bersamaku.

Mengetahui aku mempunyai dua adik, dan keinginan bapak yang ingin makan sate ayam, Malik membelikan makanan banyak sekali. Untukku, untuk adikku, dan untuk bapak.

Sudah aku tolak, tapi Malik berkata tidak apa-apa. Aku putuskan untuk tidak lagi membawa Malik ke pasar, setelah mengetahui karakternya yang cukup loyal. Well, aku lupa. Setiap kali mengunjungi pandora saja, dia selalu membawa sekotak kue kesukaanku.

Ah, aku punya kisah menarik. Tentang mengapa aku senang sekali menghabiskan waktu di sana. Kafe Pandora.

Awalnya, aku tidak tertarik sama sekali masuk ke dalam sana. Namun, ada alasan kenapa aku sering mengunjunginya. Pemilik kafe ini bahkan sudah mengenalku, bisa dikatakan kami akrab.

Meski hal yang kulakukan sekarang, tidak dapat membeli ucapan jahat seseorang, selagi aku merasa nyaman dan senang melakukannya, bukankah ucapan orang lain itu tidak akan terdengar penting sama sekali?

Well, aku memang ingin mendapatkan lebih. Sebagian besar ucapan orang lain juga aku dengarkan, tapi tidak terlalu aku pedulikan juga, kan? Karena sebagian besar hanya menyuruhku untuk meninggalkan hal yang sudah bertahun-tahun aku lakukan. Tidak, aku tidak ingin menjadi seperti apa yang mereka katakan. Aku hanya akan menjadi diriku sendiri.

Well, di tempat ini aku sering mengeluhkan banyak hal tentang apa yang manusia katakan padaku. Dan Mahes sudi mendengarkannya.

Kataku Tuhan tidak pernah adil. Tapi, kata Mahes, Tuhan itu adalah sang maha adil. Kataku aku pecundang, tapi Mahes bilang aku hebat. Kalau orang lain yang menjadi aku, mana mungkin bisa kuat menghadapi ocehan ibu sendiri? Mana kuat mendengar omongan para tetangga, yang selalu mencap aku sebagai anak tidak berguna juga?

Mahes, lelaki itu sama sekali tidak mau mendengarkanku. Saat wajahku terlihat tidak bersahabat, maka Mahes akan mengusahakan senyum muncul di balik wajah galakku. Dia selalu ribut ingin pergi ke kafe ini, padahal aku benci yang namanya hangout.

Sialnya, aku terbiasa melakukan hal ini setelah Mahes memaksaku berkali-kali pergi ke Pandora. Ternyata, dia bukan hanya mengajakku pergi menikmati kopi di samping jendela kaca sambil melihat pejalan kaki, juga kendaraan yang sibuk lalu lalang. Mahes ingin memberitahuku beberapa hal tentang hidup. Ya, katanya hidup manusia itu selalu sibuk. Padahal, bagian dari mereka tau, kalau teman sejati mereka adalah kematian.

"Lihat tidak, Al? Manusia itu lucu, ya. Mereka terlalu sibuk mengejar dunia yang tidak ada ujungnya." Saat itu aku hanya mampu mengernyitkan dahi dengan heran.

"Maksudmu?" aku tahu, pertanyaanku waktu itu juga terdengar sangat bodoh.

"Maksudku, begini—ah tidak jadi. Nanti kamu akan mengerti sendiri."

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang