29 • Adu Rayu

87 42 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

..............................

Beberapa detik setelah ponselku terus berbunyi, akhirnya aku berniat menjawab telepon dari malik. Kasihan, dia sudah menungguku terlalu lama.

"Sudah pukul tiga lebih sepuluh menit, tidakkah terlalu dini untuk bangun sepagi ini?"

Ucapan Malik di seberang sana, berhasil membuat aku tersenyum tipis karenanya.

"Alice belum tidur, Kak Mal!" jawabku lesu sembari menghapus jejak air mata yang mengalir di kedua sisian pipiku.

"Hah? Jadi, selama kamu online, kamu bukannya lupa mematikan data, tapi belilum tidur?" Aku refleks menangangguk menjawab pertanyaan Malik.

Sebenarnya, aku tadi tidak benar-benar tertidur, hanya saja aku nyaman berada di dekat bapak. Salah satu hal yang aku suka adalah, aku tetap anak-anak di mata orang tuaku. Tapi, itu tidak menjadikan aku kekanakan juga, beberapa hal pahit sepertinya berhasil mendewasakanku.

"Kak Mal merhatiin Alice, ya? Jangan sering-sering, Kak. Nanti Kakak bisa aja sayang sama aku, loh!"

Sembari terkikik geli karena ucapan aku sendiri, jawaban di seberang sana malah berhasil membuat senyumku pudar. Sebagai gantinya, jantungku berdebar lebih parah daripada sebelumnya.

"Serius pun, saya bisa Al. Saya bisa sayang sama kamu."

Jawaban macam apa itu! Bisa-bisanya jantungku mau meledak karena Malik Xian.

"Kak Mal, jangan bercanda! Masih pagi, loh," ujarku sudah tidak karuan lagi perasaanku.

Saat rasa takut menyelimutiku dengan hebatnya, ajaibnya Malik selalu datang menenangku. Dengan cara apa pun, aku selalu merasa aman di sampingnya. Entah sihir macam apa yang dia gunakan, Alice si pecundang selalu merasa aman dan nyaman, pun merasa dicintai begitu Malik berada di sampingnya.

"Saya serius, Alice. Jangan kebiasaan menganggap seriusnya orang lain sebagai becandaan," ucap Malik tampak kesal.

"Kak Mal, tahu, nggak?" Aku berniat mengganti topik, tapi lidahku malah keseleo mengucapkam kalimat yang tidak seharusnya.

"Kalau Kak Malik sayang sama Alice, kalau Kak Malik mau jalan barengan sama Alice, bukannya bakal susah, ya?"

Tuhan, apa yang barusan aku katakan?

"Apanya? Karena saya anak Pak Xian, saya jadi tidak boleh mencintai kamu?"

Aku tersenyum mendengarnya, setelah dilema paling dalamku dengan bapak tadi, Malik juga tidak mau kalah dan malah membawa badai Dilema lainnya untukku.

"Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis-garisnya. Firman Tuhanku dalam kitab suci ku berkata begitu, bukankah akan terjadi kiamat kalau matahari benar-benar bisa mengejar bulan?" ucapku jujur.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang