33 • Cinta Pertama, dan Tulang Rusuk Anak Perempuannya

108 40 0
                                    

🌾🌾🌾🌾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌾🌾🌾🌾


Aku tidak tahu kenapa, tapi aku menyukai sensasi bersama gadis ini. Debar yang hadir karenanya. Aku menyukainya. Bukan, aku semakin menyukainya. Aku tidak tahu awalnya, dia begitu hebat membuatku mudah berdebar. Dia selalu membawaku ke tempat sederhana, menawarkan hal mewah yang bahkan tidak pernah aku bayangkan ada sebelumnya. Waktunya, bersamanya, aku bahagia. Serius! Demi Tuhan.

Sepertinya, sabtu malam sudah menjadi kebiasaanku untuk menemui Alice. Istilah kerennya, sih, kencan di malam minggu. Aku tahu, pasti Alice tidak akan setuju dengan ideku barusan.

Makanya, aku menghubungi Alice, kalau aku sudah di jalan menuju rumahnya.

Aku baru mengenalnya, katakanlah begitu meski enam tahun lalu aku sering mencuri pandangan padanya. 

Pasti dia akan berpikir kalau malam minggu kali ini, aku bahkan menjemputnya dengan mobil mewahku. Kenapa aku tahu? Sebab sepulang kerja tadi, dia sudah mengirimi aku pesan lebih dulu. Dia memintaku untuk mengurungkan niatku bulat-bulat, tapi apa aku harus mendengarkannya? Tidak! Aku juga punya cara jitu untuk membuat Alice tidak bisa menolak ajakanku.

Tapi, ajaibnya sore pukul lima Alice mengatakan aku boleh ke rumah untuk menjemputnya setelah menyuruhku untuk tidak menjemputnya pergiain hari ini.

"Kak Malik! Bukannya udah aku bilangin, jangan ke sini malam ini! Alice mau me time sama bapak!" Well, aku tertawa melihat Alice yang sudah mengizinkanku, tiba-tiba memarahiku tepat di depan laki-laki dengan wajah pucatnya.

Gadis ini jutek luar biasa, namun tidak aku duga, dia punya sisi hangat yang tidak semua orang punya.

"Jalanan macet, saya mau pulang lagi tidak bisa putar balik! Terus pas saya hubungi, bukannya kamu menantang saya untuk memarkir mobil saya di depan rumahmu?"

Meskipun tahu kalau Alice akan berkata aku membual, aku tetap akan mengatakan hal yang sama. Alasan aku harus menemuinya seperti ini.

"Ck alesan! Kak Malik ini seharusnya ajak Aruni!" Aku yakin, Alice pasti malu, karena katanya ini adalah kali pertama dia membawa laki-laki lain setelah kepergian Mahes.

Kalau bersama setan kecil satu itu, aku yakin hubunganku tidak akan pernah sampai ke tujuanku. Memastikan perasaan Alice. Meski dia sudah berkata bahwa dia juga jatuh cinta, aku tetap tidak percaya dan ingin memastikannya lebih pasti.

Lalu, akhirnya Bapak Alice yang tadi diam di atas kursi rodanya ikut bicara.

"Bapak juga ikut! Mau makan sate ayam, kan? Ayo ajak Bapak, Alice."

Aku tertawa melihat interaksi manus mereka, apalagi laki-laki yang duduk di kursi roda terlihat menatapku tidak ramah. Laki-laki yang Alice panggil dengan nama Bapak.

"Bapak, Rora ikut, dong!" Timpal seorang anak kecil yang berdiri di belakang kursi roda Bapak Alice.

"Nggak boleh, kamu ke dalam sana temenin Ibu kamu," tolak Kusuma membuatku ingin tertawa.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang