36 • Pengganggu

100 41 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

......................

Apa aku benar-benar menyukai Malik?

Aku sudah tau jawabannya apa. Namun, di dalam diri ini, aku enggan mengakuinya. Awalnya, aku ingin bersikap tidak tahu diri. Namun, semakin dipaksakan, aku semakin kesusahan bernapas.

Aku ingin bebas. Dari segala prasangka yang bisa membunuhku secara perlahan ini.

Pun kalau aku disuruh mempercayai omong kosong soal cinta, aku akan meyakini satu hal. Kalau aku memang mencintai Malik. Meski ruang dadaku terasa sesak, anehnya tiap kali melihat dia tersenyum aku baik-baik saja.

Itu artinya, aku tidak menyulitkan Malik. Ya, kehadiranku di sisinya bukanlah satu hal yang dia anggap buruk.

"Kamu mau membawa saya ke mana? Kamu tidak bekerja?" tanya Malik, raut wajahnya bahkan dipenuhi dengan senyuman.

Masa bodo, aku hanya ingin meluruskan sesuatu di sini. Namun, langkah Malik lekas terhenti.

Mati aku, di depan sana ada ayahnya Malik. Waw, gen dalam keluarga Xian ini benar-benar mematikan semua. Dengan segera aku melepaskan tautan lenganku pada Malik. Satu hal yang tidak aku duga adalah, Malik kembali menaut tanganku, dia tersenyum setelah menatapku sebentar.

Wajah Mister Xian tampak terlihat tegas, aku takut demi Tuhan. Dan di samping lelaki itu, aku melihat sosok gadis cantik. Aca ada di sana bersama dengan Mister Xian.

"Papah ingin bicara denganmu sebentar," ucap Mister Xian, menatapku.

Aku ingin tersenyum, namun aku terintimidasi oleh wajah garang Mister Xian yang baru saja tiba di hadapanku.

"Biarkan aku membawa gadis ini ke kantorku, ada berkas yang harus dia urus," ucap Malik kemudian pergi setelah mendapat aba-aba dari Papahnya untuk pergi.

"Kenapa? Ayahku memang punya wajah galak, tapi dia baik hati," kata Malik hendak menenangkanku, tapi bagaimana aku mau percaya setelah melihat dengan mata kepalaku sendiri?

Apa aku harus mempercayainya? Tentu saja, tidak.

"Tangan kamu dingin karena Ayah saya, atau karena saya menggenggamnya erat sekali?" Aku baru sadar, dengan segera aku melepaskannya.

"Karena Mister Xian, seumur-umur saya belum pernah merasa terintimidasi sekuat ini," jawabku jujur.

Malik malah menertawakanku. Sebenarnya aku tahu, tadi Malik mencoba melindungiku. Akhirnya, karena kebodohanku sendiri, aku malah terjebak di sini di kantornya Malik.

Aku sudah memberi tahu Septian, dan dia malah bilang tidak apa-apa, karena kuasa Malik di sini tidak lebih besar daripadanya.

Aku sampai heran, tapi bagaimana pun juga, posisi Malik di sini sangat disegani, meski tampak semena-mena bukan?

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang