52 • Counting Stars

67 29 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

........................

Sepertinya, sudah lama aku tidak berkumpul bersama teman-temanku. Bukan karena Malik yang selalu datang saat Sabtu malam. Tapi, karena kami punya kesibukan masing-masing. Anna dengan tunangannya, Sheril yang menerima kembali kekasihnya setelah dia maafkan atas kasus selingkuhannya, aku dengan Malik, dan Ririn dengan drakornya. Intinya, kami jarang bertemu. Tidak seintens dulu.

"Guys, setengah tahun lagi ganti tahun, resolusi apa yang belum tercapai di tahun ini?" Tiba-tiba Ririn mengajukan pertanyaan random, atau mungkin mereka menyadari aku yang tidak banyak bicara hari ini.

"Alhamdulillah, masih ngang ngong ngang ngong."

Aku tertawa mendengarnya, kemudian sibuk lagi melihat ponselku. Sebenarnya, aku menunggu panggilan dari Malik. Sudah pukul sepuluh malam, itu artinya sudah pukul sebelas malam di tempat Malik berada.

"Masa depan kita nanti bakal kaya apa, ya?" tanya Sheril tidak kalah random dari si Ririn.

"Nggak ada yang tahu, nggak ada yang bisa baca. Ibarat katanya, kita nggak akan bisa menghitung miliaran bintang di langit malam, mustahil banget, kan, kita bisa tahu berapa jumlahnya?" ucapku membuat mereka semua mengangguk pelan.

"Sulit, lebih sulit daripada melupakan Rehan," kata Sheril sukses membuat kami tertawa.

Dalam bingkai malam bertaburan bintang, akhirnya kami sibuk mengobrol sambil menunggu Suki buatan kami matang. Sudah lama juga kami tidak melakukan ini.

"Al, gue mau tanya." Suara Ririn membuat suasana menjadi lebih dingin, masalahnya dia bertanya pada ku.

Kalau konteksnya aku, memang suasananya menjadi begini.

"Lo sama Malik ada hubungan selain bos dan karyawan? Gue tanya, soalnya lo sibuk terus mantengin hp, nggak kaya Alice biasanya."

Aku tersenyum tipis menanggapi,  Begitulah, mereka memang sahabatku, tapi aku tidak pernah sekalipun cerita pada mereka tentang aku yang jatuh cinta, atau aku yang menampar Salsa.

"Bukannya Anna ada cerita sama kalian, ya?" tanyaku melihat bagaimana satu kursi kosong itu tidak pernah terisi.

Ya, itu milik Anna. Gadis itu tidak ikut berkumpul akhir-akhir ini. Entahlah, munkin dia merasa tidak enak padaku. Mengingat aku tidak pernah menegurnya, atau bertanya apa yang dia dan Malik lakukan di hari aku kehilangan mentega ku.

"Anna? Lo cerita sama Anna, tapi—"

"Anna mungkin tahu sesuatu dari Malik," ucapku sukses membuat mereka menaut alis dalam tanda tanya butuh jawaban.

"Kok? Sebentar gue nggak paham," kata Sheril membuat senyumku luntur.

"Maksud lo, Malik pernah ketemu sama Anna?" Aku tidak menjawab pertanyaan sederhana ini.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang