32 • Jatuh Cinta Bukan Rumus Kimia

104 42 0
                                    

Sheril tampak murung hari ini, tapi di pojokan kamarku dia terlihat menikmati lagu ballad yang terlihat sangat mewakili perasaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sheril tampak murung hari ini, tapi di pojokan kamarku dia terlihat menikmati lagu ballad yang terlihat sangat mewakili perasaannya.

Sepertinya, si Sheril ini menyerah juga untuk pacar satu tahun yang selingkuh darinya.

Oke, karena suasana di sini sama memdungnya dengan langit sore tanpa warna kejinggaan, lebih baik aku mengumumkan satu hal penting untuk karibku. Demi Tuhan, sebenarnya, ucapan Malik benar-benar menggangguku. Dia benar-benar jatuh cinta padaku, lalu aku juga dibuat jatuh karenanya.

"Malik nembak gue," ucapku mengubur tawa Ririn yang sedang melihat video biasnya yang ternistakan.

Begitu pula dengan Sheril, aku merusak acara galaunya sore hari ini. Ya, aku, Sheril, dan Ririn berkumpul di penghujung Sabtu sore. Tidak ada Anna, si manusia workaholic yang di akhir malam minggu saja dia masih bekerja.

"Malik bilang, dia pernah lihat gue dulu," kataku melanjutkan kalimat yang tadi terputus.

"Tepatnya kapan?"

"Enam tahun lalu, waktu di mana Mahes masih hidup di samping gue," ucapku menjawab pertanyaan Sheril.

Speechless, reaksi mereka tidak jauh beda denganku.

"Sempet gue ngerasa takut, takut Malik macem-macemin gue, you know what i mean. But, hebatnya Malik, dia bisa bikin gue ngerasa aman tiap kali di dekat Malik. Kalian tahu? Gue pernah cerita soal Mahes sama dia, dan dia menawarkan pelukan sebagai obat penenang. Sumpah, dari situ gue ngerasa kayak, dia laki-laki yang selama ini gue cari."

Iya, itu yang selama ini aku cari, tempat bersandar. Aku tahu, aku sok kuat, merasa hebat, dan bertingkah seolah semuanya baik-baik saja. Padahal, tidak pernah sehari pun sejak kehilangan Mahes, hidupku menjadi tenang. Tidak pernah, tidur tidak bisa, sekalinya tertidur tidak pernah nyenyak.

Aku kewalahan, menghadapi diriku sendiri. Aku kewalahan bagaimana harus menyikapi aku. Sebenarnya, ada yang lebih baik daripada pelukan Malik. Dia mendengarkan segala keluh kesah ku. Dia mendengarkan aku, ketika aku bercerita. Dia menjadi tempat sekalipun itu untuk cerita terburukku, cerita di mana hidupku merosot dan jatuh terpojok.

Iya, aku punya tempat di mana orang-orang akan mendengar tentang keluh kesah ku.

Aku tidak bisa menahannya sendirian, serangan yang Malik gunakan untuk mempertahankan yakinku untuk menolaknya saat dia mengajakku pergi berkencan, resmi dia luluh lantahkan. Aku sudah lebih dulu tergoda, aku sudah lebih dulu terpikat, tapi bagaimana pun cara mengatakannya, Malik berhasil mengalahkanku.

"Udah gue duga, mana ada cowok yang tiap malam Minggu rela jemput cewek kalau dia nggak suka," ucap Sheril selalu tahu tentang rahasiaku.

"Kalau Malik datang juga hari ini, fiks jangan ditolak. Urusan jatuh cinta kadang logika aja kalah. Dan biar jadi urusan lo sama Tuhan." Ini kalimat paling menyeramkan yang terucap dari si Ririn.

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang