.......................
Jam Makan siang, ada waktu satu jam sebelum absen setelah istirahat dimulai. Aku berjalan keluar dengan lunglai. Parah, aku mengangtuk sekali hari ini.
Kantin perusahaan bukan tempat yang baik untuk tertidur, begitu pun ruangan ini. Aku mungkin akan mendengar desas desus lebih parah setelah apa yang aku lakukan pada Malik.
Belum lagi, aku betulan malu. Niat hati ingin menghindari Malik, tapi di ujung koridor tempat karyawan biasa memasuki ruangan produksi, tubuh jangkung Malik menghadangku di sana. Aku hendak balik badan, tapi Septian lekas melingkarkan lengannya di pundak ku. Oh sial!
"Mau ke mana? Kantin ya jalannya ke sana, Alice Keinnara."
Septian ini serius menyebalkan. Dia tidak membantuku sama sekali dalam usaha melarikan diri dari Malik Xian. Demi tuhan, aku malu. Semalam aku sudah mengatakan yang seharusnya menjadi rahasia antara aku dan perasaanku. Tapi bocor ketika aku sendiri memancing Malik dengan kata seandainya.
Septian lekas menurunkan lengannya, dia juga melihat wajah Malik yang terlihat tidak menyukai lengan yang mengalung mengitari sepanjang pundakku.
"Lenganmu terlihat sangat tidak sopan sekali, anak muda." Tuh, kan, apa aku bilang Malik memang tidak menyukai tindakan Septian barusan.
"Sorry Pak Bos, kebiasaan lama yang sulit dihilangkan." Sepertinya memang begitu.
"Simpan physical touch mu itu untuk kekasihmu, don't touch my mine again," ucap Malik masih terlihat sedikit kesal.
Tapi, kalimat terakhir yang Malik ucapkan berhasil membuat aku meneguk ludah sendiri.
"Mine?" Lagi dan lagi, suara dalam hatiku bocor.
Malik tersenyum karena kebingunganku, dia mengangguk dan membiarkan aku berjalan di sampingnya. Sudah, aku sudah terbiasa menjadi perhatian orang-orang, dekat dengan Malik sama dengan dekat dengan Septian, begitu juga sebaliknya. Dua orang ini adalah sejoli yang tidak bisa dipisahkan dari Xian Technologi.
Kebetulan, karena temanku di divisi accounting hanya Septian seorang, mau tidak mau aku juga harus selalu berada di sekitar Malik. Meski tidak dekat dengan Septian aku juga sudah mengenal Malik.
"Septian, duluan saja ke kantin staff, saya ada urusan dengan Alice."
Ucapan Malik barusan membuat aku ingin ikut dengan si Septian, bahaya. Aku tidak mau berdua saja dengan si Malik ini. Iya, pilihan paling tepat adalah ikut dengan Septian.
"Kak ...."
"Jangan mencoba kabur, dari saya," ucap Malik mematahkan keinginanku.
Aduh, kalau begini ceritanya aku betulan bisa terjebak bersama dengan pesonanya Malik. Aku belum siap. Meski dari kemarin aku terus mengatakan soal cinta, perasaan dan hal-hal yang seharusnya tidak boleh aku katakan pada Malik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia (Tamat)
Non-FictionIni kisah tentang Alice Keinnara. Si pemimpi paling egois yang selalu ingin menang atas segalanya. Namun, setelah dewasa, dia menemui dirinya yang kalah oleh keadaan, dan patah oleh kenyataan. Dewasa adalah gerbang neraka bagi Alice, tempat manusia...