85 • Photograph (End)

173 28 4
                                    

Menatapi diri dalam bayangan cermin, aku tersenyum manis sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Menatapi diri dalam bayangan cermin, aku tersenyum manis sekali. Ya, aku mau mengakuinya. Ini bukan bentuk narsistik, tapi ini adalah faktanya.

Tangan yang sudah dipasangi berbagai macam aksesoris kuku terlihat gemetaran. Lalu, dada berdegup kencang menatap bayangan diri dalam cermin, aku akan menjadi istri Malik.

Hari ini, aku ada rencana melihat-lihat baju yang akan aku gunakan untuk resepsi.

Namun, satu hal yang membuatku sedih hanya satu. Rencana Tuhan yang katanya lebih indah itu, berhasil mengubur mimpiku. Berhasil menghancurkan aku yang ingin bapak menjadi wali nikahku.

Orang lain menggantikannya, tapi aku hanya ingi bapak yang berada di sini. Di sampingku.

Aku ingin menghilangkan wajah sedihmu, takut Malik tersinggung dan terbebani dengan raut wajah sedihku. Aku tidak ingin mengacaukan kebahagiaannya, bahkan di saat dia tahu dari sisi tergelapku Malik masih tetap ingin membersamaiku.

Kemudian, aku kembali mengangkat naik wajahku. Aku mencoba tersenyum, lebih manis, lebih lebar, sampai mataku tinggal segaris. Lalu aku turunkan lagi dan menyisakan satu simpul manis dari dua lekuk sudut bibirku yang tertarik ke atas.

Sepertinya, aku sudah salah menafsirkan sesuatu selama ini.

Akhir dari sebuah kehidupan tentu saja kematian. Seorang teman sejati yang menunggu kita dalam akhir kehidupan, memang benar kematian. Ternyata, semuanya tidak benar-benar berakhir. Setelah kematian menjemput, maka keabadian akan menunggu kita.

Seperti sebuah perjalan, aku kira akhir dari sebuah perjalanan jawabannya adalah kebahagiaan. Namun, aku salah. Akhir dari sebuah perjalanan adalah apa yang tidak pernah kita duga sebelumnya. 

Tapi, tidak ada satu orang pun yang bisa melihat masa depan, karena kita manusia bukan robot Doraemon dari abad ke 22. Kemudian, tatapanku jatuh berpendar pada sebaris potret lama.

Aku ingin tertawa, melihat wajahku yang terjebak dalam cermin. Lalu, aku tatapi satu persatu potret wajah yang pernah aku tangkap dalam rana kameraku. Sekarang, mereka semua terjebak dalam kertas yang terbingkai kayu-kayu bercat putih.

"Sedang apa?" Lalu, pandanganku resmi teralih, aku tidak sadar kalau pintuk kamarku sudah terbuka sedari tadi.

Aku melihat Malik sudah rapih dengan setelan kantornya, terkadang aku merasa tidak percaya diri orang sehebat Malik sudi mempersuntingku. Namun, beginilah hidup dan kehidupan. Tidak akan ada yang menduga akhirnya bagaimana.

"Melihat masa lalu," ucapku membuat wajah Malik lekas berangsur cemas.

"Masa-masa di mana Alice bahagia banget, dari pertama kali bertemu Kak Malik, sampai aku kehilangan Bapak. Semuanya, Alice sedang mengingat itu."

Malik lekas mendekatiku, dia memelukku dari belakang.

"It's okay," kata Malik.

"I'm okay, Alice cuma rindu masa lalu."

Paranoia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang