"Makan udah habis, minum juga udah habis. Foto-foto udah. Terus kita ngapain lagi? Katanya adek mau ngomong. Cepet ngomong". Tanya Rama dengan nada kesal. Sedari tadi ia meminta Syifa untuk segera pada tujuan awal tapi gadis itu malah mengulur waktu dengan meminta hal yang aneh.
"Ih ya sabar atuh. Jadi cowok kok nggak sabaran".
Rama berdecak. Ia sudah tidak sabar menunggu tapi Syifa malah mempermainkan nya. Kalau memang mau di tolak, setidak-tidaknya setidaknya cepat katakan agar Rama bisa menyiapkan mentalnya.
Melihat Rama yang kesal membuat Syifa bahagia. Jarang-jarang loh laki-laki ini menunjukkan wajahnya yang manyun seperti anak kecil karena tidak di izinkan bermain.
" Kita ke sana yuk". Syifa menunjuk pada batu besar yang letaknya agak jauh dari air terjun.
Rama tidak menjawab. Ia berjalan lebih dulu sambil menggenggam tangan Syifa agar tidak jatuh. Batu-batu di sini cukup licin. Ia takut Syifa terjatuh.
Setelah sampai, mereka duduk di atas batu dengan pandangan lurus ke depan.
"Kang".
Hmm
" Ini". Rama menoleh saat Syifa memberikan kotak yang ia berikan pada ayah gadis itu.
Kotak itu di kembalikan, artinya Syifa menolak lamaran nya.Dengan senyum yang di paksakan, Rama menerima kotak itu. Pantas sedari tadi Syifa tersenyum manis. Mungkin cara itu di lakukan agar Rama tidak terlalu sakit hati saat cincin itu di kembalikan padanya.
Bagi Rama cara yang di lakukan Syifa salah. Ia tetap sakit hati. Jelaslah. Mana orang yang di tolak, hatinya senang. 🙁Rama mengangkat kotak itu tepat di depan wajahnya. Ia tatap sebentar lalu memasukannya ke dalam saku celananya.
"Loh kok di masukin sih kang".
" Ya terus gimana? Harus di buang?".
Wajah Rama memperlihatkan bahwa ia sedang nelangsa. Tatapannya kosong, seperti tidak ada gairah."Ish kenapa di buang? Akang beneran nggak sih ngelamar adek?".
" Ha! Ma_maksudnya? ".
" Ckck nggak peka". Syifa memberikan tangan kirinya. Jari-jarinya pun ia regangkan dengan lebar.
"Ma_maksudnya gimana sih dek. Akang nggak ngerti".
Syifa kembali menarik tangannya. Ia memberikan tatapan tajam pada Rama.
" Akang masih nggak ngerti? ". Dengan polosnya Rama menggeleng.
" Ck gini ya kang. Sepengetahuan adek, kalau seorang perempuan di lamar, yang masangin cincin nya itu ya si cowoknya. Bukan cewek masang sendiri. Mandiri amat. Adek tahu, adek mandiri tapi_".
"Jadi lamaran akang di terima?". Malu-malu Syifa menganggukkan kepalanya.
" YES!! GUE DI TERIMA". Rama berteriak cukup keras hingga para pengunjung menoleh ke arah mereka.
Syifa menarik kemeja yang di gunakan Rama. "Ish akang. Malu tahu".
" Hahaha akang seneng. Akang seneng banget!!"
Rama mengambil kotak berisi cincin yang sudah ia masukan ke dalam sakunya."Akang pasangin ya? ". Syifa mengangguk malu-malu.
Syifa merasakan Rama yang memasangkan cincin di jarinya dengan tangan bergetar." Jangan gemeteran gitu dong. Nanti cincinnya bisa jatuh, gagal deh ngelamar nya". Goda Syifa pada Rama.
"Diem deh yank. Akang tremor nih gara-gara kesenengan". Syifa tertawa mendengar jawaban Rama.
" Alhamdulillah pas. Nggak sia-sia akang nyimpen ukuran jari tangan adek waktu itu".
Yah Syifa ingat. Rama pernah mengukur jarinya dengan menggunakan kawat kecil saat mereka masih pacaran.