🌜70🌛

847 71 8
                                    

"Syifa, maaf ya kemarin tante nggak bisa ikut nyambut kamu soalnya Tante diajak menginap di rumah temen Tante. Mau Tante tolak, nggak enak ngomongnya sama dia. Dia orangnya baik banget. Apalagi kita juga udah lama nggak ketemu. Jadi sekalian reunian gitu. " Syifa hanya tersenyum dan menganggukkan kepala saat Tante Sinta memberinya penjelasan atas ketidakhadiran wanita tersebut saat ia pulang kemarin.

"Oh iya, gimana bulan madunya? Lancar kan acaranya? " Tanyanya dengan ramah.

"Alhamdulillah tan. Lancar. "

"Syukurlah kalau begitu, tante ikut seneng loh dengernya. Gimana rasanya jalan-jalan ke luar negeri Seru kan? " Syifa mengangguk. Nyatanya memang seru jalan-jalan dan mengunjungi negeri orang. Yah walaupun terkadang Syifa  merengek minta pulang pada suaminya jika kangen dengan orang rumah.

"Ngomong-ngomong ini pertama kalinya kamu jalan-jalan ke luar negeri atau sebelumya sudah pernah?"

"Ini pertama kalinya Tan. " Jawab Syifa jujur.

"Naik pesawat juga untuk pertama kalinya? " Syifa mengangguk.

"Ya ampun ternyata itu pengalaman pertama semua. Pasti kamu seneng banget dong. Naik pesawat, jalan-jalan ke luar negeri dan belanja dong pastinya. " Syifa lagi-lagi menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Bersyukur deh kamu menikah sama Rama. Kalau enggak, mungkin kamu nggak akan pernah merasakan hal itu, secara kamu kan nggak mampu. Bisa makan aja udah bersyukur. Iya kan? Hahaha. " Tante Sinta menghentikan tawanya. Lalu ia kembali berucap.

"Eh Tante cuma bercanda loh ya. Jangan di ambil hati. " Syifa hanya tersenyum tipis. Candaan katanya? Syifa yakin apa yang dikatakan Tante Sinta barusan bukanlah sebuah candaan melainkan sebuah kenyataan dari hati Tante Sinta yang ingin mengolok Syifa.

"Bercanda katamu? Bercanda kamu benar-benar nggak lucu Sin. Apa yang kamu ucapkan sama saja menghina menantuku. " Ucap Mama Asti yang sedari tadi hanya diam. Majalah yang ada di tangannya, ditaruh begitu saja ke atas meja dengan cara melemparkan.

"Kok Mbak Asti sewot gitu. Aku cuma bercanda. Lagipula Syifa nya juga nggak masalah. "

"Dia memang nggak masalah tapi saya sebagai Mama nya tidak suka dengan yang kamu ucapkan tadi. Kamu terlalu merendahkan menantu ku"

"Kenapa sih Mbak? Nggak usah di besar-besarin lah. Toh Syifa nya juga baik-baik aja. Lagipula aku hanya bertanya sedangkan yang menjawab ya menantu Mbak sendiri. Dia berkata jujur bahwa dia tidak pernah ke luar negeri sebelumnya. Harusnya Mbak bangga punya menantu yang jujur seperti dia atau Mbak malu ya karena ia berkata jujur? "

Mama Asti mengernyit. "Malu? Kenapa harus malu? Belum pernah naik pesawat bukanlah sebuah aib. Lagipula Mbak lebih suka menantu yang jujur seperti Syifa. Itu tandanya dia masih polos dan tidak pernah neko-neko. "

"Nggak ada yang tau Mbak. " Gumam Tante Sinta yang dapat didengar jelas oleh Syifa. Maksud apa mengatakan hal itu?

Suara derap langkah terdengar begitu jelas. Ketiga pasang mata itu menatap pada Rama yang kini berjalan mendekat ke arah mereka. Laki-laki yang mengenakan kaos polos berwarna hitam dan celana chino berwarna cream itu membawa gelas berisi jus di tangannya.

"Loh Rama nggak kerja? " Tanya Tante Sinta melihat keponakannya di rumah saat ini.

"Nggak. Masih jetlag. " Jawab Rama asal. Ia duduk di lengan sofa yang berada tepat di samping istrinya. Rama memberikan jus yang ia bawa pada sang istri.

"Minum." Posisi Rama yang lebih tinggi dari Syifa membuat perempuan itu mendongakkan untuk menatap suaminya.

"Akang? " Satu kata yang keluar dari mulut Syifa sudah membuat Rama paham.

"Kita barengan. Emang adek bisa ngabisin satu gelas besar kayak gini?" Gelas yang dipakai Rama memang berukuran besar. Sengaja ia melakukan hal itu agar bisa minum berdua bersama istrinya.

"Hehehe enggak sih. Bisa kekenyangan kalau adek ngabisin ini semua. "

"Makanya. Nih minum. "

"Akang dulu. ".

" Akang tadi udah nyoba sebelum ke sini. " Syifa mengangguk. Ia mendekatkan gelas yang masih dipegang Rama pada bibirnya. Rasa dingin dan manis langsung menyeruak di dalam mulut.

"Enak, manis. " Ucap Syifa sambil tersenyum.

"Kayak yang buat ya. " Ucap Rama narsis.

"Ish pede bangett. "

"Hahaha harus dong. Pede itu perlu agar terlihat lebih berkharisma. " Syifa menggelengkan kepala. Ada-ada saja jawaban yang di berikan suaminya ini.

Keromantisan yang di tunjukan pengantin baru itu membuat dua wanita perih baya yang ada di sana merasakan hal yang berbeda. Jika Mama Asti bahagia melihat kedekatan anak dan menantunya maka Tante Sinta sebaliknya. Dia tidak suka dengan kedekatan mereka. Dalam hatinya ia berucap, harusnya Bunga yang ada di posisinya itu.

"Oh ya Ram, biasanya kamu bawa oleh-oleh setiap pulang dari luar negeri. Ngomong-ngomong ada buat Tante enggak? " Rama yang sedang asyik bercanda dengan Syifa langsung menoleh pada Tantenya.

"Oleh-oleh? Tante minta? " Dengan semangat 45 Sinta mengangguk.

"Kali ini nggak ada oleh-oleh, nggak sempet nyari juga. Rama terlalu seneng menghabiskan waktu bersama istri, jadi sampai lupa beli oleh-oleh. "
Rama bohong. Sebenarnya ia membeli oleh-oleh khas dari negara-negara yang ia kunjungi tapi itu bukan untuk Tantenya. Jangan kan Tantenya, orang tuanya saja tidak ia belikan oleh-oleh. Rama hanya membeli untuk mertuanya saja dan itu sudah di bawa saat mereka pulang pagi tadi.

"O_oh nggak ada ya. Biasanya kamu selalu beli buat orang-orang di rumah. "
Syifa dapat melihat dengan jelas raut kekecewaan dari wajah Tante Sinta.
Syifa menarik kepala Rama agar mendekat padanya. Ia lalu membisikkan sesuatu yang langsung di beri tajam oleh suaminya.

"Nggak! " Ucap Rama penuh penekanan.

🍃🍃🍃

"Abang mu masih belum mau keluar kamar? " Tanya Sinta pada anak bungsunya.

"Belum Ma. Nggak tau tuh. Kelakuannya udah kayak anak perawan yang ditinggal nikah pacarnya. Oh ya, Mama kenapa balik lagi? Bukannya_, "

"Kamu nggak suka Mama ke sini?" Sinta memotong ucapan anaknya.

"Bukan gitu Ma. Mama kan baru aja pergi ke rumah nenek lampir itu lalu kenapa balik lagi? "

"Kesal Mama di sana. Coba kamu bayangin, Rama pergi bulan madu sebulan dan dia pulang nggak bawa apa-apa. Dia nggak ngebawain oleh-oleh buat Mama. " Ucap Sinta dengan nada kesal.

"Masa sih Ma? Biasanya mas Rama selalu bawa oleh-oleh kalau pulang dari luar negeri. "

"Iya dan kamu tahu apa alasannya? Dia bilang terlalu bahagia bersama istrinya sampai lupa beli oleh-oleh."

"Nyebelin banget tuh istrinya. Dia pasti sengaja menghasut mas Rama supaya tidak beli oleh-oleh buat kita. "

"Yah gimana ya. Namanya juga kampungan. Walaupun dapat suami yang tajir melintir pun kelas nya tetap kampungan. Kamu tahu, kemarin itu pengalaman dia untuk pertama kalinya naik pesawat dan jalan-jalan keluar negeri. "

"Kalau gitu mah bukan kampungan lagi ma. Tapi udik."

"Makanya Mama heran, kok Rama mau ya sama dia. "

"Apalagi sih Ma kalau bukan karena peletnya ampuh. " Sinta menatap anaknya dan tersenyum sinis.

Teman-teman aku cuma mau ngasih tau, sekarang aku lagi nyoba nulis di Novel me. Bagi yang ingi baca cerita aku di sana, Nama akunnya Mbwar
Judul Tulang Punggung ku seorang berondong
Terimakasih 😉😉

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang