73

661 65 6
                                    

Jalan pagi merupakan olahraga sederhana yang memiliki banyak manfaat. Salah satunya  dapat menurunkan berat badan. Olahraga ini banyak di sukai banyak orang. Tenaga yang di butuhkan cukup sedikit. Kita hanya perlu berjalan seperti yang biasa kita lakukan.

Hampir setiap pagi, Syifa dan Mama mertuanya jalan-jalan pagi. Rute yang dilalui tidaklah jauh. Dimulai dari rumah sampai taman komplek yang berjarak kurang lebih 100 meter. Nantinya di sana keduanya akan mengelilingi komplek sampai dua putaran sekaligus. Cukup menguras tenaga karena taman itu memiliki ukuran yang cukup luas.

Kegiatan jalan pagi ini sebenarnya sudah Syifa lakukan sejak ia masih gadis. Saat dirinya masih tinggal di desa bersama kedua orang tuanya, Syifa sering jalan pagi di lingkungan yang tak jauh dari rumahnya. Jadi, saat Mama mertuanya mengajak jalan pagi,Syifa sangat bersemangat.

Pagi ini, Syifa dan Mama Asti tidak hanya berdua. Ada mbok Nah, asisten rumah tangga mereka yang ikut serta. Saat ketiganya sedang berjalan, mereka melihat orang-orang sedang mengerumuni sebuah mobil. Pertanyaan yang sama pun terlintas dipikiran ketiganya.

"Itu ada apa ya?" Mama Asti mengutarakan isi pikirannya.

"Iya Ma. Ada apa ya?" Giliran Syifa yang bertanya.

"Kayaknya kecelakaan deh Bu," Ucap Mbok Nah.

"Kayaknya iya deh Mbok. Dilihat dari posisi mobilnya yang melintang di jalan seperti itu." Syifa menunjuk pada mobil itu yang memang posisinya melintang di tengah jalan.
Mama Asti manggut-manggut. Beliau setuju dengan apa yang diucapkan menantunya.

Mbok Nah memanggil seseorang yang baru saja keluar dari kerumunan itu. "Ti!"

Seseorang yang dipanggil Mbok Nah mendekat. Perempuan yang terlihat seumuran dengan Mbok Nah itu tersenyum pada Syifa dan juga Mama Asti.

"Nek opo toh Ti? Kok rame-rame?" Tanya Mbok Nah dengan bahasa Jawa.
Walaupun Syifa bukan orang Jawa, ia paham dengan apa yang diucapkan Mbok Nah karena lingkungan tempat tinggalnya yang dulu banyak yang bersuku Jawa.
(Ada apa Ti?kok ramai-ramai?)

"Kae, enek bocah wedok ayu tenan jane tapi kok tukang mabok. De'e nyupir mobil terus mobile nabrak trotoar." Jelas perempuan itu.
(Itu, ada anak gadis cantik banget tapi mabuk. Dia nyetir mobil terus mobilnya nabrak trotoar)

"Terus keadaannya gimana Bik?" Tanya Mama Asti.

"Keadaannya baik-baik aja Bu. Cuma mobilnya aja yang lecet di bagian depan. Sekarang itu mau dianterin ke rumahnya sama Pak RT."

"Emang omahe nggon endi Ti? Kok Pak RT sek ngurusi?" Tanya Mbok Nah lagi.
(Memang rumahnya di mana?)

"Kae loh, omah sek nggon ujung taman. Sek werno biru." Perempuan paruh baya itu menunjuk pada rumah yang memang kelihatan dari tempat mereka saat ini.
"Itu loh, rumah yang di ujung taman. Yang warna hijau)

"Loh! Kae ki bukane omahe Bu Dewi, Ti?"
(Loh! Itu bukannya rumahnya Bu Dewi, Ti?)

"Benar, itu memang rumahnya Dewi. Apa yang kecelakaan itu anaknya?"Sambung Mama Asti. Beliau kenal dengan pemilik rumah itu karena sang pemilik rumah merupakan teman arisannya.

"Rumah itu memang rumahnya Bu Dewi tapi yang kecelakaan bukan anaknya beliau." Kening Mama Asti mengernyit. Ia menunggu apa yang akan disampaikan selanjutnya.

"Waktu ditanya, gadis itu bilang kalau dia dan keluarganya nyewa rumah Bu Dewi. Rumah itu kan kosong karena Bu Dewi sedang menemani suaminya bertugas ke luar kota. Mungkin daripada rumah itu kosong dan tidak berpenghuni selama ditinggalkan, Bu Dewi memutuskan untuk disewakan saja." Mama Asti mengangguk sebagai tanda pembenaran atas ucapan perempuan paruh baya itu.

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang