🌜43🌛

930 106 6
                                    

Setelah mendapatkan libur tiga hari, Syifa akhirnya kembali mengajar. Ia bersyukur karena Rama tidak merealisasikan ide gilanya untuk menambah waktu libur gadis itu.
Syifa sudah siap jika nantinya bertemu dengan bu Dita di sekolah. Ia akan bersikap biasa saja dan melupakan kejadian yang kemarin.
Syifa ingat pesan ibunya agar tidak memusuhi bu Dita. Menurut ibunya, perempuan itu hanyalah korban. Dia mengikuti perintah dari seseorang. Saat Syifa tanya siapa orangnya, ibu nya bilang nanti teteh juga tahu.
Hah Syifa jadi penasaran siapa orangnya?? Syifa yakin ibunya tahh sesuatu namun beliau belum mau membagi cerita itu padanya. Ya sudahlah tunggu saja. Benar kata ibunya, nanti juga ia akan tahu. Desa tempat tinggalnya bukanlah desa yang besar. Ada berita sedikit saja pasti akan langsung menyebar. Jadi ya.... Sabar aja.

Kembali mengajar seperti semula di sambut Syifa dengan rasa yang gembira. Ia sangat exited seperti pertama kali mengajar. Libur tiga hari kemarin membuat membuat moodnya naik. Pikirannya jadi rileks karena tidak memusingkan gosip tentang dirinya.

Syifa melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Wulan. Tadi sahabatnya itu bilang jika Syifa sudah sampai di sekolah, gadis itu di minta untuk menemuinya.

"Assalamu'alaikum... Hai....pada kangen aku enggak? " Sapa Syifa dengan riang.

"Wa'alaikumsalam". Jawab Wulan, mbak Hani dan teh Rita bersamaan.

" Seneng amat yang habis di kasih libur". Wulan menyindir Syifa karena wajah sahabatnya itu terlihat berseri-seri.

"Iya dong. Tiga hari di rumah, lumayan bisa nenangin kepala yang mumet. Bisa rehat sejenak dari ribetnya ngurus anak-anak yang suka bikin naik darah".

" Udah kan pamer nya? Sekarang duduk. Ada yang mau kita omongin".
Wulan menarik tangan Syifa dan mendudukkan nya di kursi. Syifa di kelilingi oleh ketiga ibu-ibu muda itu.

"Ini pada kenapa sih? Berasa mau diinterogasi kalau kayak gini".

" Fa, kamu udah tahu belum? " Dengan polos Syifa menggeleng.

"Ternyata pak Edo sama teh Citra itu masih sepupuan".

" Ohh kalau itu mah aku udah tau. Terus kenapa? "
Syifa berkata jujur. Ia memang sudah tahu jika keduanya sepupuan. Bahkan bukan hanya Syifa, satu desa juga tahu. Ibu pak Edo dan ayah teh Citra, kakak adik.

"Kamu ngasih pertanyaannya salah Lan. Kalau masalah itu mah, semua orang juga tahu".

" Oh iya. Maaf... Maaf".

"Sebenernya pada mau ngomong apa sih? " Tanya Syifa penasaran.

"Jadi gini fa, ternyata orang yang ada di balik gosip tentang kamu itu_".

Tettttt.....

Belum tanda masuk berbunyi. Itu berarti Syifa harus segera masuk kelas.

" Yahh udah bel. Ceritanya nanti aja deh. Simpen dulu".

"Ckck kamu sih! Udah aku bilang berangkat pagi, malah datangnya mepet jam masuk. Hah. Kesel! ".

" Ya udah nanti di lanjut pas istirahat. Sekarang aku mau masuk dulu".

Hingga waktu pulang sekolah, Syifa tidak bertemu dengan Wulan, mbak Hani ataupun teh Rita. Hal itu si karenakan Syifa harus membuat soal ulangan tengah semester genap yang akan di lakukan sebentar lagi. Ia tidak sendiri melainkan dengan sesama guru kelas tiga.
Mereka menyelesaikan pembuatan soal itu secepatnya karena tidak mau menunda-nunda apa yang sudah menjadi tugas nya.

"Nanti sore aku ke rumah kamu fa".

" Penting banget ya Lan?" Tanya Syifa. Keduanya sedang berada di tempat parkir.

"Banget".

" Nggak bisa di bicarain sekarang? "

"Nggak. Ini rahasia. Nggak bisa di bicarain di tempat umum seperti ini".

" Ya udah nanti datang aja ke rumah aku standby kok".
Syifa mengiyakan ucapan Wulan. Sepertinya hal yang ingin di bicarakan sahabatnya itu sangat penting sehingga ia sangat kekeh ingin membicarakan nya pada Syifa.

Sampai di rumah, Syifa bingung saat banyak kendaraan yang terparkir di depan rumahnya. Setidaknya ada dua mobil dan 6 sepeda motor ada di sana.
Di teras rumahnya pun ada beberapa orang yang duduk namun mereka terlihat tidak berbicara satu sama lain. Pandangan mereka justru mengarah ke dalam rumah.
Syifa penasaran. Ia segera memarkirkan motornya dan segera turun dari kendaraan roda dua tersebut.

" Ada apa ini? "

Pertanyaan Syifa membuat orang-orang di sana mengalihkan pandangannya.

"A' Dika?".

" Masuk aja fa".

Melihat raut wajah lelaki itu entah kenapa membuat Syifa di landa rasa panik. Tidak biasanya laki-laki yang kenal slengean itu terlihat dalam mode serius.
Tiba-tiba Syifa merasa jantungnya berdetak kencang. Pikirannya pun melayang kemana-mana. Ada apa ini? Apa sesuatu telah terjadi pada keluarganya? Syifa melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Ia sedikit berlari agar lebih cepat tahu apa yang terjadi di dalam.

Sampai di dalam, Syifa di buat melongo dengan melihat orang-orang ini bisa ada di rumahnya. Ada pak lurah, pak Beben (sekdes) , teh Citra, bu Dita, bu Endah, pak Edo dan Akang?? Bagaimana bisa laki-laki itu ada disini sekarang? Saat teleponan semalam, Rama tidak bilang jika ia sudah pulang. Apa ini sebuah kejutan untuknya? Tapi kejutan seperti apa? Lalu jika lelaki hendak memberi kejutan, kenapa ada orang-orang ini di sini? Apa hubungannya? Ahh Syifa pusing sendiri memikirkan nya. Menerka-nerka memang tidak akan membuahkan hasil.

" Teh". Syifa terkesiap saat pundak nya di tepuk oleh sang ibu.

"Duduk". Syifa pun duduk di lantai yang sudah di beri karpet tebal sebagai alasnya. Syifa bingung, kemana perginya sofa yang biasanya ada di ruang tamunya??

Syifa melirik ke arah Rama yang langsung di suguhkan senyum manis laki-laki itu. Ahh sungguh ia merindukan senyuman itu.
Syifa membalas senyuman itu sambil menunduk. Ia tidak mau terang-terangan membalas senyuman Rama di hadapan banyak orang karena saat ini di depannya bukan hanya ada Rama saja tapi ada pak Edo juga.

"Syifa! " Mendengar namanya di panggil, Syifa mengangkat kepalanya.

"Iya".

" Menurut kamu, hukuman apa yang cocok untuk mereka? ".

" Hah!? ".

Syifa bingung sekaligus kaget. Bagaimana tidak, ia baru sampai dan baru bergabung lalu tiba-tiba di tanyai tentang hukuman. Siapa yang tidak bingung coba??
Lagipula hukuman apa? dan siapa yang akan di hukum?
Syifa tidak tahu harus menjawab apa. Ia menoleh pada ibunya. Berharap sang ibu mau memberinya sedikit penjelasan tentang situasi yang terjadi saat ini.

" Ini tentang gosip itu". Jawab singkat bu Titin.

"Gosip? " Tanya Syifa untuk memastikan. Sang ibu mengangguk.

" Mereka orang yang sudah membuat fitnahan yang selama ini menyebar di masyarakat ".
Pak lurah memperjelas ucapan ibu Syifa.

" Hah! ". Tanpa sadar, Syifa meninggikan suaranya karena kaget. Ia lalu menatap lima orang yang di tunjuk pak lurah dengan rasa tidak percaya.

" Beneran bu? ". Syifa bertanya pada ibunya dan bu Titin mengiyakannya.

Air mata Syifa tiba-tiba mengalir begitu saja. Jadi penyebab ia jadi bahan omongan masyarakat desa karena orang-orang ini? Gara-gara mereka, nama baiknya hancur atas tuduhan yang sama sekali tidak pernah Syifa lakukan. Gara-gara mereka juga Syifa jadi takut keluar rumah karena tidak mau hatinya sakit saat mendengar hinaan dari mereka.
Tega sekali mereka. Apa yang sudah ia lakukan sehingga di tuduh melakukan hal sekeji itu.

Syifa menatap pak Edo. Bukankah lelaki itu pernah menyukainya? Bukan satu dua kali pak Edo menunjukan rasa sukanya pada Syifa. Tapi kenapa sekarang ia malah ikut terlibat dalam masalah yang terjadi dalam hidup Syifa?
Apakah karena penolakan yang Syifa lakukan?

Hai....
Part ini cukup segini dulu ya. Jujur dari kemarin bingung mau bikin kelanjutannya gimana. Rasanya buntu dan nggak bisa ngembangin jalan ceritanya.
Semoga pada suka ya.
Next di usahain ceritanya lebih menarik lagi.
Thanks 🙂

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang