Hai semuanya....
Kang Mantan kembali hadir
Maaf ya udah lama nggak update 🙏
Semoga part kali ini bisa mengobati rasa kangen dan penasaran kalian sama kelanjutan Rama dan juga Syifa
Terimakasih 🙂🙂
Happy Reading 🤗🤗🤗"Anak Bunda.... Sehat-sehat ya sayang. Yang anteng di dalam sini. Bunda bakalan sabar nungguin kamu, sampai kamu keluar nanti. Bunda sayang banget sama kamu. Peluk dan cium dari Bunda ya Nak." Syifa memeluk bagian perutnya dengan erat. Ia benar-benar bahagia dengan kabar yang disampaikan suaminya tadi.
Ternyata dugaan Syifa benar adanya. Ia memang tengah hamil. Kemarin saya ia terpaksa keluar dari rumah tanpa pamit adalah untuk membeli tes pack di apotek. Awalnya Syifa sendiri tidak yakin jika ia hamil makanya ia membeli alat tes kehamilan itu tanpa sepengetahuan Rama. Ia hanya takut jika hasilnya nihil dan membuat Rama kecewa.
Rama berdiri di depan pintu kamar mandi dengan handuk yang masih menggantung di lehernya. Sejak tadi ia berada di posisi itu dan ikut mendengarkan apa yang diucapkan sang istri kepada calon anak mereka.
Ia berjalan mendekat. "Kok anak Bunda? Anak Ayah juga dong. Kan buatnya bareng-bareng."
Syifa tersenyum. Ia menepuk sebelah kasurnya yang kosong. Minta suaminya untuk duduk di sana.
"Jadi panggilannya nanti Ayah sama Bunda?" Tanya Rama saat ia sudah duduk di samping istrinya. Di rengkuhannya tubuh sang istri ke dalam pelukan.
"He'em. Nggak pa-pa kan?"
"Nggak pa-pa. Bagus juga." Tangan Rama terulur dan mengelus permukaan perut Syifa yang masih datar.
"Sehat-sehat ya sayangnya Ayah_aww kok di cubit?" Rama mengasuh kesakitan saat lengannya di cubit.
"Kok anak Ayah? Anak Bunda juga dong!" Rajuk Syifa.
"Kan Akang belum selesai ngomongnya. Udah main cubit aja." Rama mencolek hidung Syifa karena istrinya itu sepertinya tengah merajuk.
"Maksud Akang tuh... Sehat-sehat ya anak Ayah sama Bunda. Kami sayang banget kamu Nak. Yang anteng ya. Jangan buat Bundanya susah. Jangan buat Bundanya sakit. Ayah akan selalu jagain dan melindungi kalian berdua. Ayah sayang Bunda sama kamu." Rama menundukkan badannya dan mencium perut Syifa. Perlakuan dan ucapan Rama membuat Syifa jadi mellow. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Dalam sekali kedipan, Syifa yakin air matanya akan tumpah.
"Loh kok nangis? Akang ada buat salah ya sama Adek?" Rama menghapus air mata yang mulai mengalir dari ujung mata sang istri.
"Enggak. Adek tersentuh aja sama kata-kata Akang."
Rama tersenyum. Benar kata dokter tadi. Seorang wanita yang tengah hamil akan mengalami perubahan mood yang drastis.
"Udah ya. Jangan nangis-nangisan lagi. Kasihan kan anak kita kalau Bundanya nangis kayak gini. Nanti dikira Ayahnya yang Bundanya nangis. Terus nanti kalau pas lahir dia nggak mau ketemu sama Ayahnya gimana?"
Bibir Syifa mencebik. "Ihh jangan gitu ngomongnya! Adek nggak suka."
"Iya maaf ya. Sekarang mending Adek segera istirahat. Tadi dokter kan bilang, kalau Adek harus banyak istirahat."
Syifa mengangguk. Rama membantu Syifa untuk berbaring dan membenahi selimut yang digunakan istrinya.
"Besok udah bisa pulang kan Kang?"
"Kalau keadaan Adek sudah pulih dan dokter juga sudah mengizinkan, Adek bisa pulang."
"Oh gitu. Ya udah deh," Jawab Syifa pasrah. Ia dan Rama masih di rumah sakit. Dokter kandungan yang memeriksa Syifa menganjurkan agar calon ibu itu dirawat. Saat kemarin akan pulang, tiba-tiba suhu badan Syifa tinggi. Ia juga mangalami flek yang membuat Rama mengambil keputusan untuk menginapkan istrinya di rumah sakit sampai keadaannya benar-benar pulih. Syifa sendiri tidak keberatan dengan keputusan Rama karena ini adalah keputusan yang terbaik untuk dirinya dan juga calon anaknya.